Saturday, 13 August 2011

Tugas Sejarah


1.       Perang Pasifik
Di Jepang dikenal dengan Perang Asia Timur Raya, dan di Tiongkok dikenal sebagai Perang Perlawanan terhadap Agresi Jepang (Kang- Ri Zhanzheng), perang ini terjadi di Samudra Pasifik, pulau-pulaunya dan di Asia. Konflik ini terjadi antara tahun 1945

2.       Pasukan Sekutu
Pasukan yang terdiri dari beberapa Negara yang bergabung ke dalam AFNEI (Allied Forces of the Nederlands East Indies)

3.       PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
Organisasi yang dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945, bertujuan untuk mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia yang rencana dasarnya ditetapkan melalui BPUPKI)

4.       Rengasdengklok
Daerah yang berada di Karawang, Jawa Barat. Daerah ini merupakan tempat Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta diasingkan agar terhindar dari pengaruh sekutu

5.       Drs. Moh. Hatta
Bapak proklamator dan wakil presiden pertama Republik Indonesia

6.       Ir. Soekarno
Bapak proklamator dan presiden pertama Republik Indonesia

7.       Ahmad Soebardjo
Golongan tua yang menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta pada peristiwa Rengasdengklok untuk dikembalikan ke Jakarta

8.       Jl. Pengangsaan Timur No.56
Tempat pembacaan teks proklamasi yang dibacakan oleh Ir. Soekarno

9.       Laksamana Maeda
Seorang perwira tinggi angkatan laut kekaisaran Jepang di Hindoa Belanda pada masa perang pasifik. Rumah Laksamana Maeda di jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta dan menjadi tempat perumusan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia pada malam hari tanggal 16 Agustus sampai tanggal 17 Agustus

10.   Sayuti Melik
Orang yang mengetik naskah Proklamasi

11.   Domei
Kantor berita / radio yang pada saat Indonesia merdeka, kantor ini disegel. Akhirnya Jusuf Ronodipuro membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio

12.   Komite Nasional
Organisasi yang terdiri dari KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan Komite Nasional di seluruh daerah Indonesia

Wednesday, 10 August 2011

bubar

Jum'at, 5 agt 2011
M : teman2 selasa kan kita buka bareng, makanannya mau apa?
Suara dikelas pun riuh! Nasi kuning aja! Ayam aja! Hokben aja! Ih bosen! Udah nasi pake ayam aja enak tuh! Ih nasi kuning aja jarang tau!
Akhirnya kita vote dan hasilnya nasi kuning

Senin, 8 agt 2011
A : chi, mau bayar ga?
C : nanti deh ga bawa uang
A : tapi mau pesen?
C : mmm, gimana ya... Gimana nanti deh
A : jadi catet dulu aja?
C : sa, boleh ga sih makanannya bawa sendiri dari rumah?
Aku : *shock*
M : boleh, ga maksa da, sok aja

What? Selama ini dia yang bilang kita harus sama2, tapi? Ih mentang2 ga di koordinir ama dia!

Thursday, 4 August 2011

Sejarah Singkat G 30 S PKI

G 30 S PKI

Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI, Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September 1965 sampai di awal 1 Oktober 1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.

Latar Belakang

1. PKI memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting.

Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden dengan hasutan dari PKI. PKI memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.

2. Pembentukan Angkatan kelima

Rejim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM. Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rejim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara.

3. Isu sakitnya Bung Karno

Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit parahnya Bung Karno. Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung Karno meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya sakit ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan alasan PKI melakukan tindakan tersebut.

4. Isu masalah dan bagi hasil

Tidak jalannya Undang Undang Agraria dan Undang-undang bagi hasil di berbagai daerah

5. Keributan antara PKI dan Islam

PKI di beberapa tempat bahkan sudah mengancam kyai-kyai bahwa mereka akan disembelih setelah tanggal 30 September 1965 (hal ini membuktikan bahwa seluruh elemen PKI mengetahui rencana kudeta 30 September tersebut).

6. Faktor Malaysia

Konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan juga pada akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat.

7. Faktor Ekonomi

8. Faktor ekonomi ini menjadi salah satu sebab kemarahan rakyat atas pembunuhan keenam jenderal tersebut, yang berakibat adanya backlash terhadap PKI dan pembantaian orang-orang yang dituduh anggota PKI di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali serta tempat-tempat lainnya.

Peristiwa

1. Isu Dewan Jendral

Pada saat-saat yang genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya Dewan Jenderal yang mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-sebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili oleh Soekarno. Namun yang tidak diduga-duga, dalam operasi penangkapan jenderal-jenderal tersebut, terjadi tindakan beberapa oknum yang termakan emosi dan membunuh Letjen Ahmad Yani, Panjaitan, dan Harjono. GBU

2. Isi Dokumen Gilchrist

Dokumen Gilchrist yang diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia Andrew Gilchrist beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen ini, yang oleh beberapa pihak disebut sebagai pemalsuan oleh intelejen Ceko di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat[4]. Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada tentara untuk "ditindaklanjuti".

3. Isu Keterlibatan Suharto

Namun, hingga saat ini tidak ada bukti keterlibatan/peran aktif Soeharto dalam aksi penculikan tersebut. Satu-satunya bukti yang bisa dielaborasi adalah pertemuan Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (pada zaman itu jabatan Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat tidak membawahi pasukan, berbeda dengan sekarang) dengan KolonelAbdul Latief di Rumah Sakit Angkatan Darat.

Korban

§ Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)

§ Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)

§ Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)

§ Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)

§ Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)

§ Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)

§ Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena)

§ Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)

§ Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)

Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan beliau, Lettu CZIPierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut. Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.

Lubang Buaya

Letnan Kolonel Untung, komandan Cakrabirawa, pasukan pengawal kepresidenan, memerintahkan Letnan Satu Dul Arief untuk menjemput dan membawa jenderal-jenderal yang telah didata. Pasukan Pasopati yang dipimpinnya segera bergerak dari Lubang Buaya sekitar pukul 03.00 WIB. Mereka menyebar ke sasaran masing-masing secara serentak.

Brigadir Jenderal Soetodjo Siswomihardjo, Brigadir Jenderal Donald Izaac Pandjaitan, Mayor Jenderal S. Parman, Mayor Jenderal MT Hardjono, Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal R. Soeprapto dan Letnan Satu Piere Andries Tendean, mereka bawa ke Lubang Buaya untuk diinterogasi. Massa yang sedang kalap menganiaya mereka hingga tewas. Jenazah para korban lantas dibenamkan ke dalam sumur itu.

Kisah-kisah menyeramkan pun segera mengalir. Soeharto, salah seorang jenderal yang selamat, mengkampanyekan kekejian massa PKI lewat dua koran milik militer: Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha. Disebutkan, sebelum dibunuh, para perwira itu disiksa dan dijadikan bagian pesta mesum Gerwani. Sejumlah perwira disayat-sayat kemaluannya dan matanya dicungkil.

Pasca Kejadian

Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.

Pada tanggal 6 Oktober Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan.

Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin-pemimpin Uni-Sovyet Brezhnev, Mikoyan dan Kosygin mengirim pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik...Kita mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan...Imbauan ini akan dimengerti secara mendalam."

Pada tanggal 16 Oktober 1965, Sukarno melantik Mayjen Suharto menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat di Istana Negara. Berikut kutipan amanat presiden Sukarno kepada Suharto pada saat Suharto disumpah

Penangkapan dan pembantaian

Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi. Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk belasan orang sejak tahun 1980-an. Empat tapol, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus Sulaeman dan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.

Supersemar

Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret. Ia memerintah Suharto untuk mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya. Kekuatan tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh Suharto untuk melarang PKI. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Sukarno dipertahankan sebagai presiden tituler diktatur militer itu sampai Maret 1967.

Kepemimpinan PKI terus mengimbau massa agar menuruti kewenangan rejim Sukarno-Suharto. Aidit, yang telah melarikan diri, ditangkap dan dibunuh oleh TNI pada tanggal 24 November, tetapi pekerjaannya diteruskan oleh Sekretaris Kedua PKI Nyoto.

Peringatan

Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata. Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.