Setiap sudut mata yang datang ke ruangan itu pasti akan menangkap seorang gadis yang tengah duduk di pojok dengan secarik kertas dan penanya. Dari tadi gadis itu tak mengangkat kepalanya sedikit pun. Kepalanya tertunduk, matanya focus pada secarik kertas di depannya, tangannya mencengkram pena kuat-kuat, sepertinya ia memaksa agar penanya mau menulis dan mengeluarkan tinta di atas kertas. Bahunya bergerak akibat senggukannya. Matanya tidak bosan memproduksi air mata dan pipi halusnya bersedia menjadi temapat alirannya.
Aku
Aku lebih dibandingkan benda mati
Aku dapat bergerak tanpa digerakkan
Aku dapat berpikir tanpa di program
Aku lebih dibandingkan tumbuhan
Aku memiliki otak untuk berpikir
Aku memiliki anggota gerak untuk berpindah tempat
Aku lebih dibandingkan binatang
Aku memiliki nafsu
Aku memiliki kemampuan mengendalikan hawa nafsu
Dan aku…
Aku dapat belajar mengerti orang lain
Aku lebih disbanding mereka
Aku sempurna dibanding mereka
Tapi aku tak sempurna dibandingkan manusia di sekelilingku
Aku tak lebih dengan makhluk yang 1 spesies denganku
Aku kecil
Tak lebih dari seoarang manusia yang sedang menanti
Menanti kedua sayap melekat di bahuku
Aku sama seperti mereka, tapi tetap saja aku berbeda. Aku dan mereka sama-sama memiliki anggota gerak untuk mengantarkan tubuh ini ke tempat tujuan. Tapi entahlah ….. anggota gerak ini begitu lamban disbanding mereka.
Aku memiliki hati, sama seperti mereka. Tapi hatiku terlalu berperasa hingga aku tak tega melihat sekelilingku menderita dan kuberikan ruang penting bagi mereka.
Aku memiliki otak, sama dengan mereka. Tapi waktu tak pernah memberiku kesempqatan untuk mengasahnya.
Tuhan…
Sebegitu tak bergunanyakah aku?
Begitu banyak orang ang dapat membahagiakan orang lain
Begitu banyak orang yang dapat berguna bagi orang lain
Aku adalah aku
Aku bukan mereka, bukan juga dia
Aku tak lebih sebagai pelengkap angka
Tak dapat berarti apa-apa
Tuhan…
Tak bisakah aku member sedikit saja arti bagi mereka?
Tak bisakah aku sejajar dengan mereka?
Kelebihan mereka bukan kemampuanku
Tapi lihatlah mereka…
Kelebihannya sangat berguna bagi orang lain
Kelebihannya membuat orang lain tersenyum
Tapi diriku semakin tersudut ketika mereka berkata “aku tak bias apa-apa”
Itutlah orang yang berilmu yang tak pernah puas akan ilmunya
Tuhan…
Apa yang bias kuperbuat untuk mereka?
Aku tak punya apa-apa dan aku tak pernah menuntut apa-apa
Kehadiranku bukanlah arti bagi mereka
Psikisku bukanlah sesuatu yang berharga
Bahkan deretan kata yang kuanggap itu adalah kelebihanku, tak berarti apa-apa bagi mereka. Tak berarti, tak membuatnya bangga memiliki diriku.
Tuhan…
Aku tak ingin menyerah
Tapi aku juga tak tahu apa yang harus kuperbuat
Aku sendiri dalam ruang sepi
Aku tersudut dalam sudut kelam
Aku menanti secercah cahaya agar ku bersinar
Tak perlu bersinar secarah mentari
Tak perlu bersinar seterang bintang
Tak perlu bersinar seindah bulan
Cukup bersinar penuh arti bagi mereka, membuat mereka tersenyum dan bangga karenaku.
“Brug” gadis itu tak sengaja menjatuhkan bindernya. Ia merasakan belasan pasang mata menatap dirinya. Ia segera mengambil secarik kertas curahan hatinya dan menyelipkan pada bindernya. Ia meninggalkan 2 lembar uang 100.000 di hadapan makanan dan minuman yang masih utuh. Ia keluar dari ruangan itu. Hujan… rintik hujan menemaninya malam itu. Hujan semakin deras, ia pun menembus hujan menuju parkiran. Ia berjalan dengan santai sembari melindungi bindernya.
‘Inikah jawaban dari mereka? Semoga ini jawaban dari mereka. Jika mereka tak sanggup mengatakan padaku, biarlah hujan ini penghantar perihnya. Jika mereka tak sanggup menangis di hadapanku biarlah hujan yang mewakilinya. Dan jika mereka tak mampu member semangat padaku, biarlah petir yang menyampaikannya.’
bagus" ;)
ReplyDeleteHehehe, makasih Yanceeee :D
ReplyDelete