Sunday, 13 September 2015

Akuntansi Forensik

Mencoba menguak adanya tindak pidana korupsi dengan audit biasa (general audit atau opinion audit) sama halnya mencoba mengikat kuda dengan benang jahit. BPK perlu alat yang lebih dalam dan handal dalam membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya di dalam Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD salah satu metodologi audit yang handal adalah dengan metodologi yang dikenal sebagai Akuntansi forensik ataupun Audit Forensik.
Akuntansi forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau mengungkap motif pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Perkembangan sampai dengan saat ini pun kadar akuntansi masih kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara sederhana akuntansi forensik menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption dan missappropriation of asset.
Profesi ini sebenarnya telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 179 ayat (1) menyatakan:”Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”’. Orang sudah mahfum profesi dokter yang disebut dalam peraturan diatas yang dikenal dengan sebutan dokter ahli forensik, namun ”ahli lainnya” yang dalam ini termasuk juga akuntan belum banyak dikenal sebutannya sebagai akuntan forensik.

2.1.1    Pengertian Forensik

(Tujuan sub-bab ini adalah mengetahui pengertian Forensik, dan Akuntansi Forensik)
Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic accounting (bahasa Inggris). Menurut Merriam Webster’s collegiate distionary (edisi ke-10) :
Fo-ren-sic (adj) [L forensic public, fr forum forum] (1659):
1.    Belonging to used in, or sutable to court of judicature or to public discussion and debate
2.    ARGUMENTATIVE, RHETORICAL
3.    Relating to or dealing with the applicaion of scientif knowledge to legal problems
Dari makna ketiga kata forensic dalam kamus tersebut, makna akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi pada masalah hukum. Masalah hukum dapat diselesaikan di dalam atau di luar pengadilan. Penyelesaian di dalam pengadilan dilakukan melalui litigasi (litigation) atau dengan berperkara atau beracara di pengadilan. Penyelesaian diluar pengadilan (out-of-court settlement) dilakukan secara nir-litigasi (non-litigation). Penyelesaian di luar pengadilan dapat lewat arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution, juga keputusan berdasarkan ketentuan administratif, bersifat nir-litigasi. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa definisi dari akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing, pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan.
Akuntansi forensik adalah praktik khusus bidang akuntansi yang menggambarkan keterlibatan yang dihasilkan dari perselisihan aktual atau yang diantisipasi atau litigasi. "Forensik" ​​berarti "yang cocok untuk digunakan dalam pengadilan hukum", dan itu adalah untuk yang standar dan potensi hasil yang umumnya akuntan forensik harus bekerja. Akuntan forensik, juga disebut sebagai auditor forensik atau auditor investigasi, seringkali harus memberikan bukti ahli pada sidang akhirnya
Di Amerika Serikat, pada mulanya akuntansi forensik digunakan untuk menentukan pembagian warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi forensik (bukan audit). Sekarang pun kadar akuntansinya masih terlihat, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam konteks keuangan negara, maupun diantar pihak-pihak dalam sengketa perdata. Ada yang menggunakan istilah audit forensik untuk kegiatan audit investigatif. Dalam rangka sertifikasi, istilah yang digunakan adalah auditor forensik dan bukan akuntan forensik. Pertimbangannya adalah anggota profesi ini bukan hanya akuntan.
Tugas akuntansi forensik adalah memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Disamping tugas akuntan forensik untuk memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation) ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum diluar pengadilan (non litigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.

2.1.2    Implementasi Akuntansi Forensik

(Tujuan sub-bab ini adalah mengetahui pada bidang apa saja Akuntansi Forensik dapat dipraktekkan dan gambaran penggunaan akuntansi forensik dalam bidang tersebut)
Akuntansi forensik dipraktikan dalam bidang yang luas, seperti:
1.        Dalam penyelesaian sengketa antar individu,
2.        Di perusahaan swasta dengan berbagai bentuk hukum, perusahaan tertutup maupun yang memperdagangkan saham atau obligasinya di bursa, joint venture, special purpose companies
3.        Di perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki negara, baik pusat maupun daerah
4.        Di departemen/kementrian, pemerintahan pusat dan daerah, MPR, DPR/DPRD dan lembaga-lembaga negara lainnya, mahkamah (seperti MK dan MY), komisi-komisi (seperti KPU dan KPPU), yayasan, koperasi, badan hukum milik negara, badan layanan umum dan seterusnya.
Akuntansi forensik dapat diterapkan di sektor publik maupun sektor privat (perorangan, perusahaan swasta, yayasan swasta, dll) dengan memasukkan para pihak yang berbeda.

2.1.2.1   Akuntansi Forensik di Pengadilan

Akuntan forensik dapat digunakan di sektor publik ataupun privat. Di Indonesia, penggunaan akuntan forensik di sektor publik lebih menonjol dari sektor privat karena jumlah perkara yang lebih banyak di sektor publik. Di sektor publik, para penuntut umum ( dari kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi) menggunakan ahli dari BPK, BPKP, dan inspektorat Jenderal dari Departemen yang bersangkutan. Di lain pihak, terdakwa dan tim pembelanya menggunakan ahli dari kantor-kantor akuntan publik, kebanyakan ahli ini sebelumnya berpraktik di BPKP. Pengertian ahli menurut KUHAP terkait dengan seseorang, perorangan atau individu, sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan RI. Pasal 11 huruf c dari undang-undang tersebut berbunyi sebagai berikut:
1.    ......karena sifat pekerjaannya
2.    ......pemerintah pusat atau pemerintah daerah; dan/atau
3.    Keterangan Ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah.
Pihak yang memberikan keterangan ahli adalah BPK, bukan pribadi (anggota, karyawan, auditor dan seterusnya). Ini berbeda dengan Ahli menurut KUHAP yang dikutip pada pernyataan di atas. Adapun perbandingan Ahli dan Pemberian Keterangan Ahli selaku pribadi (seperti dalam KUHAP) dan selaku lembaga (dalam hal ini BPK).
NO
Ahli selaku pribadi (KUHAP)
Ahli selaku lembaga (BPK)
1.    Kompetensi Ahli
Ahli memberikan keterangan yang diminta instansi berwenang sesuai kompetensi Ahli yang melekat pada pribadinya.
Ahli memberikan keterangan tentang kerugian negara yang merupakan kompetensi BPK; bukan kompetensi pribadi, sehingga tidak  melekat pada pribadi pemegang jabatan Anggota BPK atau Pemeriksa BPK.
2.    Substansi keterangan Ahli
Ahli memberikan keterangan tentang substansi yang menjadi kepakarannya, penguasaan pengetahuannya secara pribadi, dan pengembangan pengetahuannya. Pendapat yang diberikannya merupakan pendapat pribadi.
Ahli memberikan keterangan tentang kerugian negara/daerah karena pelaksanaan tugas konstitusional BPK. Pendapat yang diberikannya merupakan pendapat BPK.
3.    Pengolahan informasi
Informasi yang dipaparkan Ahli dihadapan penyidik maupun sidang pengadilan diolahnya secara pribadi dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya secara pribadi
Informasi tentang kerugian negara yang dipaparkan dihadapan penyidik maupun sidang pengadilan diolah secara kelembagaan. Informasi ini tidak dimiliki sebelumnya, sehingga diperoleh melalui pemeriksaan investigatif.
4.    Kepemilikin atas keterangan Ahli
Keterangan yang diberikan Ahli merupakan milik pribadinya.
Keterangan yang diberikan merupakan milik BPK sebagai lembaga negara.
5.    Kebebasan memberikan pendapat
Ahli mempunyai kebebasan pribadi dalam memberikan pendapat yang berkaitan dengan keahliannya. Pendapat yang diterangkannya adalah hasil pemikirannya
Ahli merupakan personifikasi BPK. Ia tidk memiliki kebebasan pribadi dalam memberikan keterangan. Ia senantiasa harus berkoordinasi dengan pimpinan karena yang diterangkannya adalah hasil pemeriksaan BPK.
6.    Batas
Ahli memberikan keterangan sesuai dengan kepakaran yang dimilikinya. Ia hanya dibatasi oleh kedalaman pengetahuan dan pengalamannya.
Ahli memberikan keterangan sesuai dengan Hasil Pemeriksaan BPK.

2.1.2.2   Sengketa

Sengketa bisa terjadi karena satu pihak merasa haknya dikurangi, dihilangkan atau dirampas oleh pihak lain. Hak yang dikurangi atau dihilangkan ini bisa berupa:
1.    Uang atau aset lain, baik aset berwujud maupun tak berwujud yang dapat diukur dengan uang
2.    Reputasi, misalnya tercemarnya nama baik apakah itu nama pribadi, keluarga atau nama perusahaan
3.    Peluang bisnis, misalnya tidak bisa ikut dalam proses tender dengan alasan yang terkesan diskriminatif
4.    Gaya hidup, misalnya ditolak memasuki klub atau kawasan yang dinyatakan eksklusif
5.    Hak-hak lain yang berkaitan dengan transaksi bisnis.
Sengketa dapat dipicu oleh perbedaan penafsiran mengenai sesuatu yang sudah diatur dalam perjanjian atau mengenai sesuatu yang memang belum diatur. Dalam sengketa, masing-masing pihak merasa benar sepenuhnya. Akan tetapi bisa juga, ia mengakui lawannya benar dalam hal tertentu dan ia sendiri benar dalam hal-hal lain. Dalam kasus sengketa, pihak-pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan masalahnya tanpa bantuan dari pihak ketiga. Adapun faktor-faktor yang dapat menentukan berhasil atau gagalnya penyelesaian sengketa oleh pihak-pihak yang bersengketa adalah sebagai berikut:
1.    Berapa besar konsekuensi keuangan pada pihak yang bersengketa. Konsekuensi ini bukan saja jumlah yang disengketakan, tetapi juga biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelesaikan sengketa, dan perkiraan mengenai berapa lama sengketa ini akan terselesaikan. Masing-masing pihak mempunyai persepsi tentang kemampuan mereka menanggung konsekuensi keuangan ini. Ada pihak yang merasa beruntung kalau waktu penyelesaian diperkirakan akan panjang. Pihak ini berusaha untuk mengulur-ulur waktu dengan bermacam-macam taktik.
2.    Seberapa jauh pertikaian, rasa iri atau dendam terjadi diantara pihak-pihak. Kadang-kadang uang yang disengketakan (sekalipun jumlahnya besar) bukan persoalan bagi mereka. Keinginan untuk memenangkan sengketa, lebih penting.
3.    Apakah penyelesaian sengketa ini akan berdampak dalam penyelesaian kasus serupa? Misalnya, perusahaan yang bersengketa dengan seorang pegawainya akan khawatir kalau ia kalah dalam sengketa ini, karena dalam waktu dekat ada kasus yang sama yang harus segera diselesaikan.
4.    Seberapa besar dampak dari publisitas negatif yang ditimbulkan. Suatu kantor akuntan publik (KAP) mempunyai kebijakan untuk tidak menuntut klienya meskipun KAP itu percaya bahwa pengadilan akan memenangkannya. KAP itu khawatir bahwa publisitas negatif akan memengaruhi reputasinya dalam hubungan dengan kliennya atau calon kliennya.
5.    Seberapa besar beban emosional yang harus ditanggung. Beban emosional dapat tercermin dalam berbagai hal, seperti dikucilkan dati masyarakatnya (kelompok bisnis atau profesional yang merupakan bagian dari “habitat”-nya). Baginya, kemenangan atas sengketa ini merupakan prinsip. Beban emosional bisa juga tercermin dalam simbol atau lambang. Kemenangan dalam sengketa tertentu mempunyai makna atau simbol yang mendalam baginya. Sengketa mengenai rumah tua peninggalan orang uta bagi seseorang bisa merupakan simbol kehormatan dan kesetiaannya kepada leluhurnya.
Sebaliknya, juga ada faktor-faktor yang memudahkan penyelesaian sengketa antara pihak-pihak, misalnya pandangan dan nilai-nilai hidup. Pihak yang dirugikan mengikhlaskan penyelesaian sengketanya kepada pihak lawannya, karena nilai-nilai hidupnya jauh lebih mulia baginya dibandingkan dengan kerugian materi yang akan dideritanya. Hal semacam ini jarang dan tidak banyak dipraktikan dalam dunia bisnis, akan tetapi hal semacam ini masih ada di sana-sini. Sengketa bisa diselesaikan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, sedangkan untuk dua pihak lainnya dapat menyelesaikan dengan cara litigasi.

2.1.2.3   Akuntansi Forensik di Indonesia

Bulan Oktober 1997 Indonesia telah menjaga kemungkinan untuk meminjam dana dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah. Sebagai prasyarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakuan overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (rush) tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit investigatif.
Istilah akuntansi forensik di Indonesia baru  mencuat setelah keberhasilan Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam membongkar kasus Bank Bali. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperti diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. Sayangnya keberhasilan ini tidak diikuti dengan keberhasilan sistem pengadilan.
Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kasus ini.
Kasus lainnya pada tahun 2006, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mampu membuktikan kepada pengadilan bahwa Adrian Waworuntu terlibat dalam penggelapan L/C BNI senilai Rp 1.3 Triliun, dengan menggunakan metode follow the money yang mirip dengan metode PwC dalam kasus Bank Bali dalam  kasus lain dengan metode yang sama PPTK juga berhasil mengungkapkan beberapa transaksi ”ganjil” 15 Pejabat Kepolisian Kita yang memiliki saldo rekening Milyaran rupiah padahal penghasilan mereka tidak sampai menghasilkan angka fantastis tersebut.

2.1.3    Model Akuntansi Forensik

(Tujuan sub-bab ini adalah mengetahui model yang digunakan akuntansi forensik)
Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan yang paling sederhana antara akuntansi dan hukum. Contoh penggunaan akuntan forensik dalam pembagian harta gono gini. Di sini terlihat unsur akuntansinya, unsur menghitung besarnya harta yang akan diterima pihak mantan suami dan mantan istri . Segi hukumnya dapat diselesaikan di dalam atau di luar pengadilan, secara litigasi atau non litigasi. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:
AKUNTANSI
HUKUM
Diagram Akuntansi Forensik

Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan (di samping Akuntansi dan Hukum). Bidang tambahan ini adalah audit, sehingga model akuntansi forensiknya dipresentasikan dalam tiga bidang.
                                            

 Dalam suatu audit secara umum maupun audit yang khusus untuk mendeteksi fraud (kecurangan), si auditor internal maupun eksternal secara proaktif berupaya melihat kelemahan-kelemahan dalam sistem pengendalian intern, terutama yang berkenaan dengan perlindungan terhadap aset, yang rawan akan terjadinya kecurangan. Ini adalah bagian dari keahlian yang harus dimiliki oleh seorang auditor. Sama seperti seorang ahli sekuriti memeriksa instalasi keamanan di perusahaan minyak atau di perhotelan, dan memberi laporan mengenai titik lemah dari segi keamanan dan pengamanan perusahaan minyak atau hotel tersebut. Kalau dari suatu audit umum diperoleh temuan audit, atau ada tuduhan (allegation) dari pihak lain, atau ada keluhan (complaint), auditor bersikap reaktif. Ia menanggapi temuan, tuduhan atau keluhan tersebut. Contoh: temuan audit menunjukkan kepala bagian pengadaan berulang kali meminta kasir membayar pemasok A yang tagihannya belum jatuh tempo, padahal pemasok lain yang tagihannya melewati tanggal jatuh tempo tidak diminyakan pembayaranya. Pemasok yang dirugikan menuduh kepala bagian pengadaan itu berkolusi dengan pemasok A, sejak dalam proses tender dimulai. Pemakai barang yang dibeli mengeluh bahwa barang yang dipasok A mutunya jauh dibawah spesifikasi yang disetujui. Dalam contoh tersebut, temuan audit, tuduhan dan keluhan kebetulan untuk hal yang sama atau terkait. Akan tetapi temuan audit, tuduhan dan keluhan bisa juga mengenai hal-hal yang tidak berkaitan, tetapi mengarah kepada petunjuk adanya fraud. Auditor bereaksi terhadap temuan audit, tuduhan dan keluhan serta mendalaminya dengan melaksanakan audit investigatif. Audit investigatif dimulai pada bagian kedua dari audit fraud yang bersifa reaktif, yakni sesudah ditemukannya indikasi awal adanya kecurangan. Audit investigatif merupakan bagian dan titk awal dari akuntansi forensik.

Jenis penugasan

Fraud Audit
Akuntansi forensik

Proaktif

Investigatif


Sumber informasi
Risk assesment
Temuan audit Tuduhan Keluhan Tip
Temuan audit






AKUNTANSI
HUKUM
Output
Identifikasi potensi fraud
Indikasi awal adanya fraud
Bukti ada/tidaknya pelanggaran



Bagan ini memperlihatkan proses audit investigatif, akuntansi dan hukum. Seperti dijelaskan di awal, penyelesaian sengketa dapat dilakukan di bawah bebagai ketentuan perundang-undangan seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum administratif dan arbitrase serta alternatif penyelesaian sengketa. Hal ini digambarkan dalam bagan.


Jenis Penugasan

Akuntansi Forensik
Fraud Audit





Akuntansi Kerugian



Hukum:
-pidana
-perdata
-administratif
-arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa
Proaktif
Investigatif
Sumber Informasi
Risk Asessment
Temuan audit tuduhan keluhan tip
temuan audit
Output
Identifikasi potensi fraud
Indikasi awal adanya fraud
Bukti ada/tidaknya pelanggaran

Bagan diatas akan lebih rumit jika kejahatannya adalah lintas negara.

2.1.3.1   Segitiga Akuntansi Forensik

Cara lain melihat akuntansi forensik adalah dengan menggunakan apa yang penulis istilahkan sebagai segitiga akuntansi forensik.

Konsep yang digunakan dalam segitiga akuntansi forensik ini adalah konsep hukum yang paling penting dalam menetapkan ada atau tidaknya kerugian, dan kalau ada bagaimana konsep perhitungannya. Di sektor publik maupun privat, akuntansi forensik berurusan dengan kerugian dan kerugian adalah titik pertama dalam segitiga akuntansi forensik. Titik kedua dalam segitiga akuntansi forensik adalah perbuatan melawan hukum. Tanpa perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk mengganti kerugian. Titik ketiga dalam segitiga akuntansi forensik adalah adanya keterkaitan antara kerugian dan perbuatan melawan hukum atau ada hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas adalah ranahnya para ahli dan praktisi hukum. Perhitungan besarnya kerugian adalah ranahnya akuntan forensik. Dalam mengumpulkan bukti untuk menetapkan adanya hubungan kausalitas, akuntan forensik dapat membantu para ahli dan praktisi hukum. Segitiga akuntansi forensik merupakan model yang mengaitkan disiplin hukum, akuntansi dan auditing.

2.1.3.2   Fosa dan Cosa

Fraud audit terdiri dari dua komponen. Komponen pertama, proactive fraud audit (fraud audit yang proaktif), yang berada diluar payung akuntansi forensik. Komponen kedua, investigatif audit merupakan bagian dari akuntansi forensik.
Berbagai istilah dipakai untuk fraud audit yang proaktif, ada yang menggunakan  kajian sistem yang bertujuan mengidentifikasikan potensi-potensi atau resiko terjadinya fraud. Dalam teknologi informasi, kajian atas sitem untuk mengetahui kelemahan dalam sistem itu disebut system audit, dengan penjelasan mengenai orientasi atau tujuannya yakni mengidentifikasikan resiko terjadinya fraud dengan istilah atas usulan penulis yaitu fraud-oriented systems audit (FOSA). Kalau fokus dalam kajian ini adalah korupsi, penulis mengusulkan istilah corruption-oriented systems audit (COSA). Jadi, FOSA digunakan untuk kajian sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi potensi fraud secara umum dan COSA digunakan untuk kajian sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi potensi korupsi secara spesifik. Adapun langkah-langkah yang menggambarkan langkah dalam FOSA yakni:


2.1.4    Gambaran Proses Audit Forensik

(Tujuan sub-bab ini adalah mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan audit forensik)
1.         Identifikasi masalah
Dalam tahap ini, auditor melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang hendak diungkap. Pemahaman awal ini berguna untuk mempertajam analisa dan spesifikasi ruang lingkup sehingga audit bisa dilakukan secara tepat sasaran.
2.         Pembicaraan dengan klien
Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pembahasan bersama klien terkait lingkup, kriteria, metodologi audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk membangun kesepahaman antara auditor dan klien terhadap penugasan audit.
3.         Pemeriksaan pendahuluan
Dalam tahap ini, auditor melakukan pengumpulan data awal dan menganalisanya. Hasil pemeriksaan pendahulusan bisa dituangkan menggunakan matriks 5W + 2H (who, what, where, when, why, how, and how much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W + 1H (who, what, where, when, and how much). Intinya, dalam proses ini auditor akan menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak.
4.         Pengembangan rencana pemeriksaan
Dalam tahap ini, auditor akan menyusun dokumentasi kasus yang dihadapi, tujuan audit, prosedur pelaksanaan audit, serta tugas setiap individu dalam tim. Setelah diadministrasikan, maka akan dihasilkan konsep temuan. Konsep temuan ini kemudian akan dikomunikasikan bersama tim audit serta klien.
5.         Pemeriksaan lanjutan
Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pengumpulan bukti serta melakukan analisa atasnya. Dalam tahap ini lah audit sebenarnya dijalankan. Auditor akan menjalankan teknik-teknik auditnya guna mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud tersebut.
6.         Penyusunan Laporan
Pada tahap akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik. Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain adalah:
a.         Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.
b.        Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan.
c.         Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud tersebut.

2.1.5.   Jasa-jasa Forensik

(Tujuan sub-bab ini adalah mengetahui macam-macam jasa forensik)
Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jenis layanan pertama mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penipuan, dan misinterpretasi. Jenis layanan kedua merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Sehingga, tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik untuk membantu memecahkan masalah.
Menurut kantor akuntan the Big Four, yang termasuk jasa-jasa forensik yaitu:
1.    Analytic and Forencsic Technology (Teknologi Analitik dan Forensik) adalah jasa-jasa yang dikenal sebagai computer forensics, seperti data imaging (termasuk memulihkan kembali data komputer yang hilang atau dihilangkan) dan data mining.
2.    Fraud Risk Management (Manajemen Risiko terhadap Fraud), peralatan analisisnya terdiri atas perangkat lunak ini dilindungi hak cipta, seperti Tip-Offs Anonymous, Dtermine, dan Dtect
3.    FCPA Reviews and Investigations (FCPA-review dan investigasi). FCPA adalah undang-undang di Amerika Serikat yang memberikan sanksi hukum kepada entitas tertentu atau pelakunya (agent) yang menyuap pejabat atau penyelenggara negara di luar wilayah Amerika Serikat. FCPA investigations merupakan jasa investigasi ketika pelanggaran FCPA sudah terjadi.
4.    Anti Money Laudering Services (Jasa Pencegahan Pencucian Uang). Jasa ini diberikan kantor akuntan pada potensi pelanggaran terhadap undang-undang pemberantasan pecucian uang.
5.    Whistleblower Hotline. Banyak fraud yang terungkap karena whistleblower memberikan informasi (tip off) secara diam-diam atau tersembunyi (anonymous) tentang fraud yang sudah atau sedang berlangsung. Kantor akuntan ini menggunakan perangkat lunak yang dilindungi hak cipta (Tip-Offs Anonymous)
6.    Business Intelegence Services (Jasa Inteligen Bisnis). Istilah Intelegence memberi kesan bahwa kantor akuntan memberikan jasa mata-mata atau melakukan pekerjaan detektif. Hal yang dilakukan adalah pemeriksaan latar belakang (background check) seseorang atau suatu entitas. Jasa ini diperlukan oleh perusaaan yang akan melakukan akuisis, merger, atau menanmkan uangnya pada perusahaan lain, ini adalah bagian dari jasa yang dikenal sebagai due diligence. Jasa intelegence juga bermanfaat dalam menciptakan kesadaran mengenai siapa pelanggan kita.
Dari penjelasan mengenai jasa0jasa forensik yang diberikan The Big Four di atas, kita akan mendapat kesan bahwa jasa tersebut seharusnya diberikan oleh seseorang yang mempelajari dan mempraktikkan ilmu kepolisian (police science).The Big Four memang lebih banyak memperkerjakan mantan anggota kepolisian, sperti dari Scottland Yard, FBI, dan lembaga serupa seperi itu.

2.2.4    Perbedaan Akuntansi Forensik dengan Akuntansi Konvensional

(Tujuan sub-bab ini adalah mengetahui perbedaan antara Akuntansi Forensik dan Akuntansi Konvensional, sehingga pembaca dapat mengaplikasikan akuntansi forensik dengan baik)
Perbedaaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit konvensional lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda. Akuntasi forensik lebih menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions) seperti pada audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi forensik menekankan pada analytical review dan teknik wawancara mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi dan lain sebagainya.
Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flags), petunjuk lainnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar karena tip off dan ketidaksengajaan (accident).


Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang akuntan forensik harus mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat, pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour), pengetahuan tentang aspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes, rationalization, opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).


Downlad Full File with Source and picture (Akuntansi Forensik, Audit Kecurangan, Audit Investigatif, dan Audit Berbasis Risiko) here

Downlad Power Point (Akuntansi Forensik, Audit Kecurangan, Audit Investigatif, dan Audit Berbasis Risiko) here

Credit : Shein Shein
Please take full credit for taking out

2 comments:

  1. Hello i am from pekanbaru, Indonesia. Thankyou for making this blog, very helpful. :)

    ReplyDelete

Comment = respect = encourage ^^
Thank you ♥♥♥♥♥