Sunday, 8 November 2015

Promise

Aku selalu bilang bahwa kebenaran pasti akan terungkap. Dan tatngal 26 September-lah keyakinanku akan kebenaran goyah. Tidak pernah ada kebenaran di dunia ini. Semua telah menghancurkanku. Kamu telah mengajariku arti kebenaran dan ‘kamu’ telah mengajariku arti kepercayaan.

Tapi, aku salah menilai, kebenaran itu ada. Aku telah salah menilainya. Dan harus kuakui ini adalah salahku. Aku telah salah menyalahkan semuanya. Aku telah salah menuduhnya. Ini adalah tentang masa laluu. Masa lalu yang begitu menyakitkan. Tapi semua itu nyata. Semua itu terjadi.

Dua tahun yang lalu, aku berjanji pada seseorang yang tak aku kenal, aku berjanji bahwa aku akan membuatnya menjadi yang terbaik dan aku berjanji bahwa aku akan menjaganya.



Aku tahu sahabatku adalah orang yang tak percaya akan kemampuannya. Dia adalah orang yang butuh dukungan bahwa dia bisa melakukannnya. Dia adalah orang yang harus memiliki contoh pada siapa yang harus mengikuti, dan apa yang harus ia lakukan.

Dua tahun setengah, kami berteman cukup baik. Oh tidak, bahkan sangat baik. Kami saling membagi satu sama lain, termasuk dalam mata kuliah. Hmm.... tapi tidak untuk contek menyontek saat ujian. Hanya tugas saja.

Hahaha, sedikit bernostalgia. Di musim dingin ini, aku rindu saat kita menunggu mata kuliah audit, shalat di mesjid, dan jajan di kantin AN. Aku rindu saat kita mengobrol via sms atau chatting yang tak lain adalah keluhan bagaimana ini, aku belum mengerjakan tugas, aku nggak ngerti sebenarnya dosen itu ngomong apa sih. Dan pada akhirnya kita membicarakan fandom ini. Hahahah, tanpa kusadari, aku merindukan itu semua. Aku yakin, kamu yang di sana pun merindukannya semua.

Kurasa, itu semua sudah merangkum bagaimana persahabatan kita. Tapi semuanya hancur ketika aku mengetahui kamu hanya mengedit aplikasiku. Dan di 26 September-lah aku tahu kamulah yang terbaik. Aku tahu aku sirik, tapi wajarkah aku sirik? Sesuatu yang aku impikan, sesuatu yang awalnya ideku, bahkan sampai sekarang aku masih memakainya harus dihargai atas nama orang lain.

Dari dulu, aku punya impian. Semnjak SD, aku selalu bermimpi ini. Dari SD sampai sekarang aku tak pernah menjadi yang pertama dan membuat orang tuaku bangga akan diriku. Dari situlah aku bermimpi, walaupun aku tidak pernah menjadi yang pertama, tapi aku ingin menjadi yang terbaik. Saat SD, aku masih terlalu polos untuk mengejar impianku. Saat SMP datang, aku bukan lulusan yang terbaik. Saat SMA, jangan ditanya, SMA adalah masa terburukku. Masa dimana aku mendapat “WARNING” aku terancam tidak lulus gara-gara try out biologi dan bahasa inggrisku selalu jelek. Dan satu-satunya yang aku harapkan adalah masa kuliahku. Sudah kubilang, aku tidak pernah menjadi yang pertama, jadi yang aku harapkan adalah menjadi lulusan terbaik dengan predikat yang ga dimiliki orang. Aku ingin menunjukkan pada orang tuaku bahwa ini adalah aku, anak kalian, dan Cuma anak kalian yang mendapatkannya. Bukankah itu adalah hal yang spesial? Tapi saat kuliah pun aku tidak mendapatkannya. Padahal selangkah lagi. Aku mulai menyalahkan DIA. 

Kalau aku tidak membantunya mencarikan perusahaan, apa aku yang akan mendapat predikat TA terbaik itu? 
Kalau dulu aku tidak meyakinkan access itu lebih baik dari VB (bagi kami), apa mungkin aku yang akan mendapatkannya?
Kalau dulu aku tidak memberikan buku dan CD itu, apa mungkin aku yang akan mendapatkannya? Kalau dulu aku tidak memberikan aplikasiku, apa mungkin aku yang akan mendapatkannya? 
Kalau dulu aku tidak mengajarinya, apa mungkin aku yang akan mendapatkannya? 
Aku selalu merasa aku mempunyai andil atas semua ini.

Aku ingat impiannya adalah lulus dengan IPK 3.5, dan itu sudah cukup Tapi faktanya, dia menjadi cumlaude dengan IPK yang lebih dari harapannya. Bahkan dia mendapat predikat sebagai TA terbaik. Predikat yang aku impikan selama satu taahun terakhir.

Mengapa? Mengapa aku masih berpikir seperti ini? Kenapa?

Karena aku selalu merasa aku yang telah membuatnya menjadi lebih baik. Aku yang telah mengajarinya beberapa hal. Oh tidak, bahkan banyak hal.

Aku tahu, aku sadar dia pun telah mengajariku banyak hal. Dan hingga akhirnya aku terjebak dalam fandom ini. Tapi aku telah berjanji, bagaimana pun itu aku akan tetap bertahan sampai mereka terkenal layaknya Bon Jovi, Michael Jackson One direction, westlife. Saat mereka sudah benar-benar terkenal, aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan. Apa aku akan bertahan?

Aku selalu merasa aku tidak pernah merebut fandom ini darinya. Mungkin itulah yang ia rasakan juga. Ia tidak pernah merebut semuanya yang kurasa pantas kumiliki.

Aku hanya ingin kita berjalan di jalan yang berbeda. Aku hanya ingin semua yang pernah kita alami hanyalah kenangan masa lalu, dan tidak pernah terbuka kembali.

Sekarang, aku tidak tahu siapa dirimu, aku lupa bagaimanacra menghubungi dirimu. Dan aku tidak punya kontak tentang dirimu.

Jika lembaran baru itu datang, datanglah sebagai orang asing bagiku, orang yang tak pernah mengenali siapa dirku.

Om....
Aku telah menepatinya.
Menepati janji seorang sahabat pada seseorang yang telah mengasuhnya sejak kecil.
Kebenaran itu ada....
Dan semua ini bukanlah masalah kebenaran, semua ini adalah sebuah janji yang harus ditepati.....

Tapi mengapa janji ini begitu menyakitkan bagiku?

Tiap orang punya tersendiri bagaimana ia harus keluar dari kesedihannya. Dan tiap orang punya cara tersendiri bagaimana ia harus memulai kembali hidupnya.



Pic : owner + BeginEnglish.ru
Credit : Shein Shein

No comments:

Post a Comment

Comment = respect = encourage ^^
Thank you ♥♥♥♥♥