Monday, 15 August 2011

Kematian itu....


Kalau dulu kayaknya yang lagi nge trend itu galau ya. Tapi sekarang sudah ada kemajuan. MATI. Aduh kenapa ya remaja-remaja sekarang pada kayak gini. Apa remaja dulu juga pada kayak gini ya? Tapi rasanya kalau diamati, masa remaja anak zaman sekarang kok kayak yang parah ya? Apa m mungkin aku saja yang baru masuk ke dunia remaja, makannya aku bisa berkata dan berkomen mengenai kehidupan remaja.
Disini, saya pengen motivasi kalian. Jujur aja ya, saya lebih seneng mendengar kata galau dari pada mati. Mungkin galau lebih terhormat dibandingkan kematian. Perbedaan galau dengan kematian itu, mungkin kalau galau tidak menyelesaikan masalah sedangkan kematian dapat menyelesaikan masalah menurut pandangan anda. Galau itu emang buat bosen, jenuh, kesel, sakit lain dengan kematian, anda tidak dapat merasakan lagi apa yang namanya tersakiti. Semua masalah dapat selesai. Tapi cobalah anda berpikir jauh. Kematian bukanlah segalanya. Kita mati juga butuh proses, dan itu juga sakit. Bagaimana saat kita dicabut nyawanya. Dan itu sangat sakit. Lalu setelah proses itu selesai, jangan harap semua dapat tenang. Kita akan mengalami kehidupan alam kubur dan kehidupan akhirat dimana kita akan mempertanggung jawabkan semua kelakuan kita berada di dunia. Jadi, menurut saya sih bodoh aja ya orang yang pengen mati sekarang. Apakah anda puas dengan amalan yang anda perbuat selama di dunia? Sudah yakinkah anda masuk surga dan dapat menjalani kehidupan yang indah?
Saya bisa berbicara seperti ini karena saya pernah mengalami keinginan untuk mati dan mengakhiri semua hidup. Waktu itu kelas 11, dimana saya pusing dan tidak betah dengan keadaan sekitar saya. Semua sama saja, tidak ada yang peduli dengan saya. Saya sakit pun, apa mereka tahu saya mengerjakan tugas kelompok dengan susah payah? Tidak, mereka tidak tahu itu. Saat itu saya tidak bisa bangun, sampai bawa bantal ke meja computer untuk mengganjal bagian pinggang saya. Napas pun sepertinya tersenggal-senggal, sesak banget. Pokoknya menderita deh jadi saya waktu itu. Waktu itu saya berharap, mending saya dikasih penyakit parah aja sama Allah biar orang-orang pada tahu, kalau aku tuh manusia yang punya batas kemampuan dan bukan robot yang bisa full bekerja. Saya ini manusia, saya punya yang bisa sakit, punya rasa capek. Waktu itu saya ngerasain dan punya pikiran, saya ini ada, saya kerja keras Cuma buat sebuah nilai, dan nilai itu pun nantinya harus dibagi dengan kalian yang nggak peduli sama saya. Tapi, sedikitpun kalian ga ada simpati atau berterima kasih kek sama saya udah dikerjain tugasnya. Ya, bayangin aja, capek tau aku tuh. Bilang makasih aja nggak, apalagi peduli.
Dulu aku ngerasa aku menderita banget. Aku mikir, aku ga kuat kaya gini terus, mending mati aja. Tapi disini, saya menjadi orang yang beruntung sedunia, Karena ada orang yang menyemangati saya. Dia memang tidak melarang atau berkomen, “Jangan mati” tapi dia menyadarkan saya bagaimana kehidupan ini, dia mengajarkan saya  untuk bertahan, dan dia hanya melarag saya agar saya tidak mempunyai pikiran jangan sakit, karena sakit itu tidak enak.
Lama ku kenal dirinya, aku baru tahu, bahwa dia menderita penyakit yang menurutku tak wajar untuk di idap oleh anak semuran dengannya, denganku. Disana aku mulai menelusuri penyakitnya. Dia… dia lebih menderita dibandingkan ku. Tapi sedikit pun dia tidak pernah mengeluh dengan sahabat hidupnya. Bahkan dia tidak ingin diketahui oleh orang lain dia memiliki sahabat hidup. Aku merasa malu dengan diriku. Dia saja yang butuh perhatian lebih, dia tidak berharap begitu. Sedangkan aku, yang cukup wajar, aku ingin mendapatkan sesuatu yang lebih. Seharusnya aku bisa mensyukuri hidupku, karena ternyata masih banyak orang yang lebih menderita dibandingkanku tapi dia biasa saja. Dan dia mengajarkan kemandirian. Gimana rasanya ga enaknya dikasihani sama orang lain, mendapat perhatian yang lebih. Hh, mending yang wajar-wajar aja. Dan yang terpenting nikmatin hidup selama kita masih hidup.
Jujur, selama itu aku ingin menggantikan posisi dia, biarlah aku yang memliki sahabat hidup, jangan dia. Dia lebih dianggap oleh teman-temannya, masih banyak yang peduli, sedangkan aku? Tapi dia selalu melarangku, dan suatu saat dia pernah bertanya, apakah aku sudah siap hidup dengan sahabat hidupnya? Aku hanya terdiam.
Dia memang selalu menginginkan kematian. Tapi, disaat dia bahagia dan ingin lebih merasakan kesenangan dunia, dan dia mengerti kehidupan. Dia melupakan dan membuang jauh-jauh kematian itu. Disana kami bercerita untuk menjadi orang sukses. Aku dan dia sama-sama ingin menjadi dokter. Aku ingin menjadi dokter karena dia, dan dia ingin menjadi dokter karena sahabat hidupnya. Dia juga ingin membahagiakan orang tuanya. Dan tahukah anda, disaat dia ingin kembali menata hidupnya, maut menjemputnya. Coba deh bayangkan sama kita. Kita tuh udah punya rencana tapi maut udah ngeduluin rencana kita. Sia-sia ga sih kita hidup?  Andai kita bisa ngehapus takdir, mungkin kita bilang, “jangan sekarang” Tapi, saat maut mendahului kita, kita bisa apa? Kita hanya bisa meninggalkan dunia, kita hanya bisa menutup mata dan merasakan tangis orang lain yang kehilangan kita. Andai kita dapat kembali apa yang bisa kita perbuat? Orang yang selama ini kita anggap tidak saying dan peduli dengan kita, ternyata tidak membiarkan kita pergi. Apakah ada sepatah dua patah kata untuk kita ucapkan bagi orang yang kita sayangi? Jika ada, katakanlah, tapi pikirkanlah, lewat apa kita akan menyampaikannya?
Jangan pernah berpikiran kita ingin mati secepatnya, walaupun mati terasa damai, tapi sesungguhnya tidak enak. Apalagi kita ingin mati gara-gara galau. Apa sih yang kita pikirkan tentang kematian? Menderita di dunia saja sudah tidak betah, apalagi merasakan derita akhirat. Merasakan panasnya dunia saja ngeluhnya sudah lebay, apalagi ini merasakan panasnya akhirat.
Nah sekarang, pikirkan juga, misalnya kita ingin mati karena ada orang yang kita benci atau ada orang yang benci kita, terus kita ga kuat buat ngadepinnya. Bukan kematian yang menyelesaikannya. Dengan kita mati, apakah kita dapat membiarkan orang itu tertawa puas dengan penuh kemenangan bahwa kita sudah kalah? KAlau aku sih ga mau.  Kita kalah tidak terhormat, dan dia pun menang dengan tidak terhormat..
Jadi, apakah teman-teman masih menginginkan kematian? Saya harap sih tidak J


No comments:

Post a Comment

Comment = respect = encourage ^^
Thank you ♥♥♥♥♥