Saat kuliah saya dan kedua teman saya
ditugasi membuat makalah PPKN yang bertemakan kebudayaan maka kami bertiga
pun bersepakat untuk membuat makalah yang berjudul “Membangkitkan
Semangat Generasi Muda Untuk Mempertahankan Kebudayaan Indonesia”. Berikut ini
Bab I (Pendahuluan) dari makalah yang kami buat.
Indonesia terkenal sebagai bangsa
yang luhur, memiliki keragaman budaya yang tersebar di pelosok-pelosok
nusantara, dari kesenian, adat-istiadat hingga makanan melekat mewarnai
keragaman bangsa ini.
Kebudayaan Indonesia sangatlah
banyak dan beragam, wajar akhir akhir ini banyak sekali kebudayaan Indonesia
yang sering sekali diakui oleh bangsa lain. Keragaman budaya yang dimiliki oleh
negara Indonesia sering kali mengundang perhatian negara-negara lain untuk
mengetahui lebih dalam keunikan-keunikan budaya yang kita miliki.
Tidak heran jika begitu banyaknya
budaya yang kita miliki, justru membuat kita tidak mengetahui apa saja budaya
yang ada Indonesia, bahkan kita sendiri pun sebagai generasi muda terkadang
melupakan budaya daerah kita. Sangat ironis rasanya, orang Indonesia tetapi
tidak mengenal ciri khas bangsanya sendiri.
Akhir-akhir
ini pemberitaan di media kita dibanjiri dengan berita tentang klaim sepihak
kebudayaan Indonesia oleh negara lain. Klaim tersebut dapat dikategorikan
sebagai pelecehan terhadap kredibilitas bangsa Indonesia di mata dunia.
Sayangnya kejadian ini telah terjadi berulang kali dan adanya blow up media semakin memperkeruh
suasana. Setelah adanya blow up
tersebut barulah seluruh elemen masyarakat sibuk menginventariskan dan
mematenkan kebudayaan bangsa. Setelah klaim sepihak ini terendus medialah,
masyarakat kita baru sadar bahwa begitu banyaknya khazanah kebudayaan bangsa
yang harus kita jaga.
Klaim-klaim
tersebut adalah cerminan dari kurangnya perhatian masyarakat terhadap upaya
pelestarian kebudayaan bangsa Indonesia yang kita miliki. Klaim-klaim tersebut
mencerminkan lemahnya proteksi terhadap kebudayaan yang kita miliki. Mayoritas
dari masyarakat kita menganggap sepi upaya pelestarian kebudayaan. Kita terlalu
menganggap sepele terhadap permasalahan krisis eksistensi kebudayaan bangsa
yang terjadi saat ini. Masyarakat Indonesia telah terbuai dengan kenyataan
bahwa saat ini kebudayaan Indonesia tetap lestari dengan sendirinya, atau dengan
kata lain terdapat anggapan bahwa kebudayaan bangsa Indonesia akan tetap
lestari dengan sendirinya. Kenyataannya, budaya kita dapat bertahan berkat
upaya pelestarian yang dilakukan oleh segelintir orang dari komunitas tertentu
saja dan saat ini jumlah mereka semakin berkurang dan berkurang.
Ketidakpedulian
bangsa kita terhadap apa yang kita miliki itulah yang menjadi bumerang bagi
bangsa kita sendiri. Celah ketidakpedulian inilah yang dimanfaatkan bangsa lain
untuk melancarkan klaim-klaim sepihak. Secara perlahan budaya bangsa, khususnya
yang kurang mendapat perhatian serius akan menjadi korban klaim sepihak bangsa
asing. Walaupun pada beberapa kasus, klaim-klaim yang terjadi merupakan sebuah
tindakan ceroboh nan berani tanpa memasang muka malu untuk mengklaim kebudayaan
asli Indonesia, tapi tetap saja tindakan tidak tahu malu yang dilakukan bangsa
asing berasal dari ketidakpedulian bangsa Indonesia.
Kebudayaan
sebagai sebuah fundamental bangsa yang bersifat terbuka, dimana semua bangsa
yang ada di dunia dapat menikmati dan mempelajarinya haruslah dilindungi dengan
sangat ketat. Dengan dalih kepedulian dan menambah wawasan dalam ilmu
pengetahuan, setiap bangsa di dunia berhak mempelajari kebudayaan bangsa lain.
Bisa juga dengan dalih kepedulian itu, bangsa lain turut melestarikan
kebudayaan bangsa lain untuk dikembangkan di negaranya. Bila budaya kita lebih
lestari di negara lain daripada di negara sendiri, maka tak salah bila bangsa
lain mengklaim bahwa kebudayaan itu adalah miliknya.
Seluruh
klaim yang terjadi menjadi tamparan keras bagi bangsa Indonesia dan secara tak
langsung menjadi indikator bahwa upaya proteksi dan pelestarian kebudayaan
Indonesia telah gagal. Citra Indonesia sebagai bangsa yang kaya akan khazanah
kebudayaan telah tercoreng di mata dunia. Kita dapat dianggap sebagai bangsa
yang tak mampu menjaga aset-aset berharga dari para maling-maling kebudayaan.
Kita seolah-olah menjadi bangsa yang tak tahu diri, bangsa yang tak akan pernah
merasa memiliki sebelum apa yang dimilikinya benar-benar hilang. Dapat kita
simpulkan di awal bahwa insiden-insiden klaim sepihak yang terjadi lebih
dikarenakan oleh kurangnya kesadaran berbudaya, menjaga eksistensi dan
kelestarian terhadap budaya yang kita miliki.
Pemerintah
sebenarnya tidak tinggal diam. Pemerintah memiliki program-program rutin dalam
rangka pelestarian kebudayaan bangsa maupun promosi kebudayaan ke dunia
internasional. Selama ini upaya tersebut dirasakan kurang maksimal. Apalah
artinya upaya yang gencar apabila tidak dibarengi dengan animo masyarakat yang
tinggi. Kurangnya minat masyarakat akan menjadi penghambat upaya pelestarian
kebudayaan. Selama ini upaya-upaya itu hanya berkutat di komunitas tertentu
saja, itupun dapat dikategorikan sebagai seniman, pemerhati budaya dan orang
yang benar-benar peduli akan kelestarian budaya Indonesia. Jika regenerasi para
pelestari budaya ini tak berjalan dengan baik, maka upaya keras orang-orang
yang benar-benar peduli dengan eksistensi budaya Indonesia akan terasa sia-sia
saja.
Perubahan
pola dan gaya hidup masyarakat dewasa ini juga salah satu penyebab runtuhnya
kesadaran berbudaya di kalangan masyarakat Indonesia. Khususnya bagi generasi
muda, generasi yang lahir di zaman ini, tentunya mereka banyak menyerap
kebudayaan yang berkembang di zaman mereka lahir. Generasi muda saat ini lebih
senang berkutat berlama-lama di depan komputer, mengakses situs jejaring sosial
dibandingkan menghabiskan waktunya untuk mengikuti kegiatan-kesenian daerah di
sekolah. Ekstrakurikuler yang ada di sekolahpun lebih banyak didominasi dengan
ekstrakurikuler modern dibanding dengan ekstrakurikuler kebudayaan daerah.
Buktinya, ekstrakurikuler modern dance
lebih menarik minat remaja dibanding dengan ekstrakurikuler tari tradisonal.
Hal ini juga terjadi dengan musik modern dan musik tradisional.
Tak
ubahnya dengan kehidupan orang tua. Para orang tua saat ini tak jauh berbeda
tingkat kepeduliannya dengan para putra-putri mereka dalam apresiasi seni
kebudayaan tradisional. Para orang tua lebih banyak menghabiskan waktu untuk
bekerja, itupun belum termasuk dengan waktu untuk bercengkrama dengan keluarga
apalagi untuk menghabiskan waktu untuk kegiatan kebudayaan. Terlebih dengan
para orang tua di kota-kota besar, bekerja adalah sebuah kebutuhan wajib untuk
bertahan hidup. Individu yang hidup di masa kini dipaksa untuk dapat hidup
mandiri agar dapat bertahan hidup. Dari kemandirian itulah akan tercipta dengan
sendirinya sifat-sifat individualisme dalam diri manusia. Dengan sifat
individualisme, segalanya akan dikorbankan demi kepentingan pribadi.
Permasalahannya,
perubahan pola dan gaya hidup masyarakat Indonesia saat ini telah mengarah ke
arah materialisme. Indonesia sebagai bangsa timur telah diwariskan nilai-nilai
kebudayaan spiritualis yang sangat bertentangan dengan orientasi budaya barat yang
bersifat materialisme. Orientasi materialisme itulah yang menciptakan insan
individualis yang kurang memperhatikan lingkungan sekitarnya. Saat ini waktulah
yang mengukur dan mengatur kehidupan manusia, bukan manusia lagi yang mengatur
waktunya. Seolah segala hal berkejaran dengan waktu sampai-sampai manusia
kehilangan waktu untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Dengan kurangnya
sosialisasi inilah yang menjadi salah satu penyebab hilangnya ciri
keramah-tamahan bangsa Indonesia.
Dalil
yang mengambinghitamkan globalisasi sebagai penyebab utama runtuhnya kesadaran
berbudaya bangsa Indonesia adalah sesuatu hal yang salah besar. Kebanyakan
orang menuduh globalisasi telah membuka keran masuknya kebudayaan asing ke
Indonesia. Sungguh tuduhan itu tidak dilandasi dengan alasan yang kuat.
Globalisasi sebenarnya hanyalah sebuah produk perubahan dalam kehidupan umat
manusia dan produk perubahan yang bernama globalisasi itu berisi akumulasi
perubahan-perubahan besar yang terjadi secara bersamaan di awal milenium baru
ini. Globalisasi merupakan sebuah era baru dalam kehidupan umat manusia. Sama
halnya dengan revolusi industri. Era globalisasi juga banyak mengakibatkan
perubahan besar dalam tatanan kehidupan umat manusia saat ini. Bila di era
revolusi industri terjadi perubahan pola produksi dari tenaga konvensional
manusia ke arah mekanisasi, maka di era globalisasi pola-pola mekanisasi itu
telah dikuasai oleh teknologi digitalisasi komputer yang bekerja secara
otomatis.