2.4.1 Pengertian Audit Berbasis Risiko
(Tujuan sub-bab ini adalah memahami apa yang dimaksud audit berbasis
risiko)
Audit Berbasis Risiko (Risk Based Audit) adalah metodologi pemeriksaan yang
dipergunakan untuk memberikan jaminan bahwa risiko
telah dikelola di dalam batasan risiko yang telah ditetapkan
manajemen pada tingkatan korporasi.
Pendekatan audit ini berfokus dalam
mengevaluasi risiko-risiko baik strategis, finansial, operasional, regulasi dan
lainnya yang dihadapi oleh organisasi. Dalam Audit berbasis risiko,
risiko-risiko yang tinggi diaudit, sehingga kemudian manajemen bisa mengetahui
area baru mana yang berisiko dan area mana yang kontrolnya harus diperbaiki.
Risk-Based
Audit memastikan bahwa seluruh
tanggung jawab manajemen telah dilakukan secara efektif. Tanggung jawab manajemen
yang utama termasuk memastikan internal control telah memadai dan
manajemen risiko telah dilakukan dengan tepat, diikuti oleh berbagai fungsi dan
unit kerja di perusahaan. Peran Risk-Based
Audit dalam peningkatan Internal
Control dan Proses Manajemen Risiko sangat menyeluruh dan
strategis. Oleh karena itu apabila Risk
Based Auditdiimplementasikan dengan konsisten, maka efektivitas Internal Control dan
Proses Manajemen Risiko perusahaan akan meningkat.
Pendekatan audit
berpeduli risiko bukan berarti menggantikan pendekatan audit konvensional yang
dijalankan oleh lembaga audit intern yang sudah berjalan selama ini. Pendekatan
ini hanya membawa suatu metodologi audit yang dapat dijalankan oleh auditor
intern dalam pelaksanaanpenugasan auditnya melalui pendekatan dan pemahaman
atas risiko yang harus diantisipasi, dihadapi, atau dialihkan oleh manajemen
guna mencapai tujuan.
Perbedaan pendekatan
audit berpeduli risiko dengan pendekatan audit konvensional adalah pada
metodologi yang digunakan dimana auditor mengurangi perhatian pada pengujian
transaksi individual dan lebih berfokus pada pengujian atas sistem dan proses
bagaimana manajemen mengatasi hambatan pencapaian tujuan, serta berusaha untuk
membantu manajemen mengatasi (mengalihkan) hambatan yang dikarenakan faktor
risiko dalam pengambilan keputusan.
1.4.2
Tujuan Audit Berbasis Risiko
(Tujuan sub-bab ini adalah mengetahui tujuan pelaksanaan audit berbasis
risiko)
Tujuannya audit berbasis risiko adalah memberikan
keyakinan kepada Komite Audit, Dewan Komisaris dan Direksi bahwa:
1. Perusahaan
telah memiliki proses manajemen risiko, dan proses tersebut telah
dirancang dengan baik.
2. Proses
manajemen risiko telah diintegrasikan oleh manajemen ke dalam semua
tingkatan organisasi mulai tingkat korporasi, divisi sampai unit kerja terkecil
dan telah berfungsi dengan baik.
3. Kerangka
kerja internal dan tata kelola yang baik telah tersedia secara cukup dan
berfungsi dengan baik guna mengendalikan risiko.
1.4.3
Manfaat Audit Berbasis Risiko
(Tujuan sub-bab ini adalah mengetahui manfaat dari pelaksanaan audit
berbasis risiko)
Audit berbasis risiko mempunyai
manfaat yang banyak bagi organisasi, antara lain adalah sebagai berikut:
1. menjadi sistem check dan balance
terhadap kontrol organisasi
2. meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi
kesalahan dalam laporan keuangan
3. meningkatkan kemampuan dalam
mengidentifikasi dan mengukur risiko
4. meningkatkan kemampuan dalam
mengidentifikasi adanya fraud atau masalah lainnya
5. mengungkap temuan mengenai kelemahan
yang dimiliki manajemen
1.4.4
Ruang Lingkup Audit Berbasis
Risiko
(Tujuan
sub-bab ini adalah mengetahui batasan-batasan audit berbasis risiko)
1. Penilaian
atas identifikasi risiko yang dilakukan oleh manajemen
termasuk risiko bisnis yang dapat menghalangi pencapaian tujuan
perusahaan.
2. Mengetahui
kadar dan dampak risiko yang menimpa perusahaan.
3. Mempercepat
eskalasi risiko tinggi kepada manajemen puncak.
4. Kemampuan
melakukan pemeriksaan manajemen risiko yang akan ditularkan kepada seluruh
anggota auditor maupun auditee.
1.4.5
Peran Audit Berbasis Risiko
(Tujuan
sub-bab ini adalah mengetahui peran audit berbasis risiko)
1.
Dengan analisis risiko yang
berkesinambungan, Internal Audit akan memiliki Early Warning Signals, sehingga penanganan risiko dapat
dilakukan lebih proaktif dan dini.
2.
Mengomunikasikan visi, misi,
strategi kebijakan direksi dan mekanisme pelaporan yang berkaitan dengan
manajemen risiko perusahaan ke seluruh jajaran perusahaan.
3.
Mengidentifikasi KPI (Key Performance Index) dan CSA
( Control Self-Assessment)
yang berkaitan dengan risiko.
4.
Mengikutsertakan stakeholders utama dan
komunitas investasi dalam kegiatan dan perkembangan manajemen risiko
perusahaan.
Agar ABR dapat berhasil dengan baik
diperlukan kerjasama antara auditor intern dengan manajemen dalam melakukan
penilaian kelemahan
pengendalian
diri sendiri (control self
assessment). Control self assessment merupakan proses dimana manajemen
melakukan self assessment terhadap
pengendalian atas aktivitas pada unit operasional masing-masing dengan
bimbingan auditor intern.
Dalam hal ini, manajemen melakukan identifikasi risiko kegiatan
serta mengevaluasi apakah telah ada pengendalian yang dapat mengurangi risiko
tersebut serta mengembangkan rencana kerja (action plan) untuk meningkatkan pengendalian yang ada. Manfaat
utama dari control self assessment oleh manajemen adalah
adanya kesadaran bahwa tanggung jawab untuk menilai risiko dan mengendalikan
aktivitas suatu organisasi berada di tangan manajemen sendiri sehingga dapat
meningkatkan kepedulian terhadap pengendalian intern.
Pendekatan ABR memerlukan keterlibatan auditor
intern dalam melakukan penaksiran
risiko (risk assessment). Risk assessment menyoroti peran
auditor intern dalam mengidentifikasi dan menganalisis risiko-risiko yang
dihadapi entitas. Oleh karena itu diperlukan sikap proaktif dari auditor intern
dalam mengenali risiko yang dihadapi manajemen dalam mencapai tujuan
organisasinya. Auditor intern dapat menjadi mitra manajemen dalam meminimalkan
risiko kerugian (loss) serta
memaksimalkan peluang (opportunity)
yang dimiliki entitas. Penentuan tujuan dan ruang lingkup audit serta alokasi
sumber daya auditor intern sepenuhnya didasarkan pada prioritas tingkat risiko
yang dihadapi organisasi.
Sejalan dengan evolusi
peran auditor intern dan perubahan paradigma dari pihak manajemen, maka
pandangan terhadap risiko juga berubah, yaitu:
1.
Bila sebelumnya hanya auditor yang tertarik dengan
masalah pengelolaan risiko audit, pada paradigma baru,
pihak-pihak yang terkait dengan manajemen organisasi mulai tertarik dengan
manajemen risiko;
2.
Pendekatan dalam menangani risiko yang tadinya
dilakukan secara terpisah-pisah (fragmentasi)
dan tidak mengenal kebijakan risiko (risk policy), saat ini pengelolaan risiko telah terfokus, terkoordinasi dan
telah ditetapkan kebijakan
dalam penanganannya;
3.
kegiatan
auditor yang tadinya berupa: inspeksi, deteksi dan reaksi terhadap risiko, pada saat ini lebih mengarah pada: antisipasi,
pencegahan dan monitoring
risiko;
4.
pendekatan
lama menganggap bahwa sumber risiko adalah orang-orang
di dalam dan di luar
organisasi, saat ini yang dianggap sebagai sumber
risiko adalah proses.
2.4.6 Aspek yang Harus
Diperhatikan
(Tujuan sub-bab ini adalah mengetahui aspek yang harus
dipraktekkan sebelum melakukan audit berbasis risiko)
Adapun Aspek-aspek yang perlu
diperhatikan auditor dalam melakukan pendekatan audit berbasis risiko:
1.
Dalam
menerapkan ABR, auditor perlu mengidentifikasi wilayah/area
yang memiliki risiko yang
menghambat pencapaian tujuan manajemen.
Misalnya dalam audit
keuangan, risiko salah saji yang besar/tinggi pada
penyajian laporan keuangan.
Wilayah/area yang memiliki tingkat risiko
yang tinggi tersebut akan
memerlukan pengujian yang lebih mendalam.
2.
Auditor
dapat mengalokasikan sumber daya auditnya berdasarkan hasil
identifikasi atas kemungkinan
dan dampak terjadinya risiko. Wilayah berisiko rendah menjadi prioritas akhir alokasi sumber
daya audit.
Oleh karena itu, dalam ABR, auditor harus melakukan
analisis dan penaksiran risiko yang dihadapi auditi. Dalam melakukan analisis
dan penaksiran risiko (risk
assessment), auditor perlu memerhatikan hal-hal sebagai berikut.
1.
Risiko
kegiatan dari auditi (the auditee
business risk), yaitu risiko terjadinya suatu kejadian yang dapat memengaruhi
pencapaian tujuan dan sasaran manajemen. Risiko yang dimaksud bukan hanya
risiko atas salah saji laporan keuangan namun juga risiko tidak
tercapainya sasaran/tujuan yang telah ditetapkan.
2.
Cara
manajemen mengurangi atau meminimalisasi risiko.
3.
Wilayah/area
yang mengandung risiko dan belum diidentifikasi oleh
manajemen secara memadai
atau bahkan tidak diketahui sama sekali
oleh manajemen.
2.4.7 Metodologi Audit Berbasis Risiko
(Tujuan sub-bab ini adalah
mengetahui cara melakukan audit berbasis risiko dan diharapkan para pembaca
dapat melakukan audit berbasis risiko)
Pendekatan dan metodologi audit
berbasis risiko diilustrasikan dalam 3 tahapan besar yaitu:
2.4.7.1 Asesmen
Risiko
Tahapan
yang digunakan untuk menentukan frekuensi, intensitas, dan waktu audit dengan
cara mengidentifikasi, mengukur, dan menentukan prioritas risiko agar
keterbatasan sumber daya yang kita miliki dapat diarahkan ke area dengan bobot
risiko tinggi. Tahap ini dapat ditiadakan bilamana profil risiko yang
dihasilkan oleh unit Manajemen Risiko Korporasi sudah tersedia dan dapat diyakini
keandalannya
Pada
tahap ini, internal auditor juga perlu menetapkan kriteria auditable
units antara lain:
1.
Unit tersebut memberikan kontribusi
yang berdampak cukup besar pada tujuan perusahaan
2.
Justifikasi biaya pengendalian atas
unit yang memiliki potensi kerugian yang lebih besar daripada biaya yang
dikeluarkan untuk pengendalian termasuk biaya audit.
2.4.7.2 Penyusunan Program Audit Internal
Berdasarkan hasil asesmen risiko,
masing-masing auditable units ditetapkan nilai akhirnya menggunakan faktor
risiko seperti:
1.
Audit Assurance; Melihat
relevansi hasil kajian audit periode sebelumnya atas area yang memiliki risiko
dengan rating tinggi
2.
Materialistis; Mengkaji area
yang memiliki dampak risiko tinggi dengan menggunakan parameter keuangan maupun
non keuangan
3.
Residual Risk; Nilai risiko
yang telah memperhitungkan faktor positif yang dimiliki perusahaan seperti
pengendalian internal
4.
Audit Judgement; Pertimbangan
auditor atas perubahan sistem dan prosedur, restrukturisasi organisasi yang
mempunyai dampak kepada area tertentu
2.4.7.3 Pelaksanaan Program Audit
Internal
1.
Mengkaji keselarasan sasaran unit
operasional, direktorat, dan individu dengan tujuan perusahaan; Auditor
Internal harus memastikan bahwa tujuan bisnis sudah diterapkan secara efektif
dan telah dikomunikasikan ke seluruh tingkatan dalam organisasi.
2.
Mengevaluasi efektivitas
ketersediaan, kuantifikasi, dan penerapan selera dan batasan risiko (corporate
risk appetite and risk tolerance) berdasarkan kebijakan dan prosedur di dalam
perusahaan; Auditor Internal harus dapat memberikan keyakinan bahwa
manajemen bekerja dalam parameter risiko yang telah ditetapkan.
3.
Mendeteksi analisis kesenjangan
praktik manajemen risiko dan prosedurnya berdasarkan kerangka kerja yang telah
ditetapkan; Auditor Internal harus melakukan evaluasi terhadap proses
implementasi kerangka kerja penerapan manajemen risiko yang telah
didokumentasikan dan diyakini dapat memfasilitasi perubahan dinamis
perusahaan.
4.
Menguji efektivitas dan
perlindungan terhadap informasi dan akses terhadap pengendalian; Auditor
Internal harus memahami rancangan pengendalian dan ketepatannya berhubungan
dengan bagaimana suatu tindakan pengendalian tersebut dilakukan secara
konsisten sesuai dengan arah dan kebijakan perusahaan.
Menyediakan jaminan independen dan
berfungsi sebagai konsultan internal dalam rangka memastikan pencapaian tujuan
perusahaan; Auditor Internal harus memberikan jaminan yang obyektif kepada
Direksi bahwa risiko bisnis telah dikelola secara tepat dan pengendalian
internal telah berjalan secara efektif
Contoh kasus:
1.
Instansi
: Direktorat Bina Sosial pada Departemen ABC
2.
Tujuan
(sesuai renstra) : Pelaksanaan program penyaluran dana bergulir
kepada UKM dalam rangka
”untuk membantu modal kerja, memberdayakan
dan memberikan nilai tambah
peran usaha kecil menengah, untuk mendorong
peningkatan pendapatan
masyarakat”
3.
Risiko
yang dikemukakan dan dianggap penting oleh manajemen pada
aktivitas ini adalah sebagai
berikut:
a.
Belum
ada strategi penyaluran bantuan kepada UKM.
b.
Pedoman
Teknis yang ada belum dapat digunakan sebagai acuan oleh
pelaksana di lapangan
tentang mekanisme penyaluran dan pola “bergulir” kepada UKM yang lain.
c.
Adanya
kelompok UKM yang ingin menguasai penyaluran karena
mereka telah ditunjuk
sebagai wakil kelompok UKM. Mahalnya biaya penyaluran melalui mitra lembaga
keuangan, yang dalam penganggaran biaya tersebut belum ditetapkan.
d.
Staf
dan tenaga teknis yang ditugaskan meskipun telah mendapatka
pelatihan
namun belum berpengalaman dalam pengelolaan dana bergulir.
Penyelesaian:
1. Langkah
pertama adalah menyusun program audit internal. Berdasarkan risiko di atas,
maka maka pengendalian intern yang dapat dilakukan untuk menjamin agar program
dapat mencapai tujuannya dapat diuraikan sebagai berikut:
- Menetapkan strategi penyaluran dan identifikasi kriteria UKM yang layak mendapatkan dana bergulir
- Menyempurnakan pedoman teknis yang ada dengan pengaturan besarnya dana yang dapat diterima oleh UKM dan persyaratan dapat digulirkan kepada UKM yang belum memperoleh kesempatan
- Penegasan adanya aturan bahwa hanya kelompok UKM yang memenuhi syarat yang mendapatkan bantuan dan tidak disalurkan kepada wakil kelompok.
- Mengupayakan negosiasi melalui program pendampingan untuk menekan biaya dan usulan dana tambahan biaya pengelolaan yang belum tersedia.
- Penetapan program transfer keahlian melalui program pendampingan dengan pihak mitra lembaga keuangan untuk proses penyaluran dana kepada UKM.
2. Langkah
kedua adalah melaksanakan melaksanakan pengendalian internal tersebut
Penyelesaian tersbut dapat disajikan dalam diagram sebagai
berikut:
Downlad Full File with Source and picture (Akuntansi Forensik, Audit Kecurangan, Audit Investigatif, dan Audit Berbasis Risiko) here
Credit : Shein Shein
Please take full credit for taking out
No comments:
Post a Comment
Comment = respect = encourage ^^
Thank you ♥♥♥♥♥