2.3.1 Pengertian Audit
Investigatif
(Tujuan sub-bab ini adalah mengetahui pengertian Audit Investigatif)
Pengertian
investigasi dan pemeriksaan fraud digunakan silih berganti sebagai sinonim.
Idealnya ada kesamaan makna konsep-konsep auditing dan hukum, namun dari segi
filsafat auditing dan filsafat hukum, hal itu tidaklah mungkin. Hal ini menjadi
pokok bahasan bab ini..
Suatu investigasi hanya dimulai apabila ada dasar
yang layak, yang dalam investigasi dikenal sebagai predication. Istilah audit
investigatif menegaskan bahwa yang dilaksanakan adalah suatu audit. Audit umum
atau audit keuangan (general audit atau independent audit) bertujuan memberi
pendapat auditor independen mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan Oleh
karena itu, audit ini juga disebut opinion audit.
Audit investigatif lebih dalam dan tidak jarang
melebar ke audit atas hal-hal yang tidak disentuh atau tidak tersentuh oleh
opinion audit. Audit investigatif diarahkan kepada pembuktian ada atau tidak
adanya fraud (termasuk korupsi) dan perbuatan melawan hukum lainnya (seperti
tindak pidana pencucian uang).
Meskipun tujuan opinion audit berbeda dari audit
investigatif, teknik auditnya sama. Hal yang berbeda hanyalah penerapan yang
lebih intens dalam audit investigatf. Penerapan teknik yang lebih mendalam,
kadang-kadang melebar, dengan fokus pada pengumpulan bukti hukum untuk
menentukan apakah seseorang melakukan atau tidak melakukan fraud.
2.3.2 Tujuan Audit Investigasif
(Tujuan sub-bab ini adalah untuk mengetahui tujuan audit investigasi)
Istilah audit
investigasi dalam penggunaan sehari-hari, memberi kesan seolah-olah hanya ada
satu jenis. Jenis yang kita kenal umumnya adalah dalam konterks tindak pidanna
korupsi. Tujuan akhirnya adalah menjebloskan koruptor ke penjara dan atau
mendapatkan kembali sebagian atau seluruh hasil jarahannya.
Pemilihan di antara berbagai alternatif tujuan
investigasi, tergantung dari organisasi atau lembaganya serta mandat yang
dipunyainya, jenis dan besarnya kecurangan, dan budaya di lembaga tersebut.
Tanggung jawab untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu
investigasi terletak pada pimpinan.
Macam-macam alternatif mengenai tujuan investigasi
yang diambil dari K. H. Spencer Pickett dan Jeniffer Pickett, financial Crime Investigation and Control (2002).
1.
Memberhentikan manajemen. Tujuan
utamanya adalah sebagai teguran keras bahwa manajemen tidak mampu mempertanggungjawabkan
kewajiban fidusianya.
2.
Memeriksa, mengumpulkan, dan menilai
cukupnya dan relevannya bukti. Tujuan ini akan menekankan bisa diterimanya
bukti-bukti sebagai alat bukti untuk meyakinkan hakim di pengadilan.
3.
Melindungi reputasi dari karyawan yang
tidak bersalah. Investigasi mengungkapkan siapa yang bersalah. Mereka yang
tidak bersalah terbebas dari tuduhan.
4.
Menemukan dan mengamankan dokumen yang
relevan untuk investigasi. Tujuan dari investigasi ini adalah menjaga keutuhan
dokumen.
5.
Menemukan aset yang digelapkan dan
mengupayakan pemulihan dari kerugian yang terjadi.Tujuan in imeliputi
penelusuran rekening bank bank, pembekuan rekening, izin-izin untuk proses
penyitaan dan atau penjualan aset, dan penentuan kerugian yang terjadi.
6.
Memastikan bahwa semua orang, terutama
mereka yang diduga menjadi pelaku kejahatan, mengerti kerangka acuan dari
investigasi tersebut; harapannya adalah bahwa mereka bersedia bersikap
koorperatif dalam investigasi itu.
7.
Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak
bisa lolos dari perbuatannya. Ada dua versi dari pendekatan ini. Pertama,
lakukan penuntutan tanpa pandang bulu, berapa pun besar biayanya, siapa pun
pelakunya (penjahat besar maupun kecil). Kedua, kejar si penjahat untuk
mengembalikan dana atay aset yang dicurinya, dan kemudian minta dia
mengundurkan diri atau diberhentikan.
8.
Menyapu bersih semua karyawan pelaku
kejahatan. Seperti pada butir di atas, tujuan utamanya adalah menyingkirkan
“buah busuk” agar “buah segar” tidak ikut busuk. Pendekatannya adalah pendekatan
disiplin perusahaan.
9.
Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi
menjadi sasaran penjarahan. Pendekatan ini menghentikan kerugian lebih lanjut
dan menutup celah-celah peluang (loopholes)
terjadinya kejahatan.
10. Menentukan
bagaimana invetigasi akan dilanjutkan. Dalam investigasi ini laporan kemajuan
memungkinkan evaluasi, apakah kita akan melanjutkannya. Kalau “iya”, bagaimana
lingkupnya.
11. Melaksanakan
investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan, sesuai dengan
buku pedoman. Tujuan ini biasanya didasarkan atas pengalaman buruk.
12. Menyediakan
laporan kemajuan secara teratur untuk membantu pengambilan keputusan mengenai
investigasi di tahap berikutnya. Banyak investigasi bersifat iterative, artinya suatu investigasi
atas dugaan kejahatan menghasilkan temuan baru yang melahirkan dugaan tambahan
atau suatu dugaan baru. Investigasi pertama diikuti dengan investigasi
berikutnya, dan seterusnya, secara iterative
memperluas pemahaman investigator mengnai berapa dalamnya masalah yang
dihadapi. Konsultasi, diskusi, dan prestasi dari temuan-temuan secara berkala
(mingguan, misalnya), merupakan ciri khas dari pendekatan ini.
13. Memastikan
pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak lanjut yang tepat
dapat diambil. Ini biasanya merupakan tujuan investigasi dalam hal pelaku
tertangkap tangan, seperti dalam kasus pencurian di supermarket.
14. Mengumpulkan
cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumber daya dan terhentinya
kegiatan perusahaan seminimal mungkin. Pendekatan ini berupaya mencari
pemecahan yang optimal dalam kasus yang terjadi.
15. Memperoleh
gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat keputusan yang
tepat mengenai tindakan yang harus diambil. Hasil investigasi sering kali
ditindaklanjuti secara emosional. Dengan memperoleh gambaran yang layak (fair) maka pimpinan secara sadar
membuat keputusan tentang siapa yang melakukan investigasi (harus seorang
profesional) dan bagaiman tindak lanjutnya.
16. Mendalami
tuduhan (baik oleh orang dalam atau luar perusahaan, baik lisan maupun
tertulis, baik dengan nama terang atau dalam bentuk surat kaleng) untuk
menanggapinya secara tepat. Fokusnya adalah pada konteks tuduhan itu dan apakah
tuduhan itu akan dianggap serius.
17. Memastikan
bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik. Hal ini sangat penting ketika
moral kerja merupakan kunci keberhasilan dalam perusahaan atau tim kerja.
18. Melindungi
nama baik perusahaan atau lembaga. Tujuan dari investigasi ini tentunya bukan
untuk melindungi lembaga yang sebagian besar memang sudah korup. Kalau tujuan
ini ditetapkan dalam kondisi semacam ini, maka yang terjadi adalah
persekongkolan jahat atau kolusi. Tujuan investigasi di atas sangat tepat
apabila kejahatan dilakukan oleh segelintir orang, padahal reputasi perusahaan
secara keseluruahan terancam.
19. Mengikuti
seluruh kewajiban hukum dam mematuhi semua ketentuan mengenai due diligence dan klaim kepada pihak
ketiga (misalnya klaim asuransi).
20. Melaksanakan
investigasi dalam koridor kode etik. Dengan menetapkan tujuan investigasi ini,
perusahaan ingin memastikan bahwa investigator senantiasa mengikuti kode etik
yang sudah ditetapkan.
21. Menentukan
siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya. Prakarsa ini bermaksud
untuk menyeret si pelaku ke pengadilan pidana. Dengan demikian, seluruh daya
dikerahkan disertai publisitas penuh, yang sangat sejalan dengan kebijakan
“tanpa ampun” (zero-tolerance policy).
22. Mengumpulkan
bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang tidak terpuji. Ini
serupa dengan tujuan dalam butir 21 diatas, dengan perbedaan bawa butir ini
diproses melalui ketentuan administratif atau perdata.
23. Mengidentifikasi
praktik manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau perilaku yang
melalaikan tanggung jawab. Investigasi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama
diarahkan kepada pelaku. Sedangkan tahap kedua, kepada atasannya.
24. Mempertahankan
kerahasiaa dan memastikan bahwa perusahaan atau lembaga ini tidak terperangkap
dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik. Tujuan investigasi ini harus jelas
dan ditegaskan sebelum investigasi dilakukan.
25. Mengidentifikasi
saksi yang melihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan memastikan bahwa
mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan dakwaan terhadap si pelaku.
Tujuan ini berkaitan deng petunjuk bahwa si pelaku mengidentifikasi orang-orang
yang secara potensial bisa menjadi saksi.
26. Memberikan
rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinya yang akan mencegah
atau mengurangi terjadinya kecurangan. Dalam jangka panjang, manejemen risiko
yang baik akan mencegah atau mengurangi terjadinya kecurangan.
Tujuan
audit investigatif adalah mengumpulkan bukti-bukti yang dapat diterima oleh
ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau mengumpulkan bukti hukum dan
barang bukti sesuai dengan acara hukum pembuktian yang berlaku.
Audit
investigatif lebih dalam dan lebih luas dari audit atas laporan keuangan,
karena bukti hukum dan barang bukti yang dikumpulkan akuntan forensik, akan
diuji dalam persidangan (pengadilan atau di luar pengadilan). Pengujian inilah
yang akan menentukan apakah bukti dan barang bukti ini dapat menjadi alat bukti
yang dapat memberikan keyakinan kepada majelis hakim (di dalam pengadilan) atau
arbitrators (di luar
pengadilan).
2.3.3 Aksioma
dalam Investigasi
(Tujuan sub-bab
ini adalah mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan dalam investigasi,
contohnya adalah aksioma)
Dalam pandangan para filsuf Yunani, aksioma adalah
klaim atau pernyataan yang dapat dianggap benar, tanpa perlu pembuktian lebih
lanjut. Tradisi ini diteruskan dalam logika yang tradisional, bahkan sampai
kepada (apa yang kita sebut) ilmu-ilmu eksakta.
Aksioma atau postulate
adalah pernyataan (proposition)
yang tidak dibuktikan atau tidak diperagakan, dan dianggap sudah jelas degan
sendirinya (self-evident).
Aksioma merupakan titik tolak untuk menarik kesimpulan tetang suatu kebenaran
yang harus dibuktikan (melalui pembentukan teori).
Association of Certified
Fraud Examiners (ACFE) menyebutkan tiga aksioma dalam
melakukan investigasi atau pemeriksaan fraud.
Ketiga aksioma ini oleh ACFE diistilahkan fraud axioms (aksioma fraud),
yang terdiri atas:
1. Aksioma-1,
Fraud is hidden
2. Aksioma-2,
Revers proof
3. Aksioma-3,
Existence of fraud
2.3.3.1 Fraud is Hidden
Sifat perbuatan fraud adalah tersembunyi. Metode atau
modus operasinya mengandung tipuan untuk menyembunyikan sedang berlangsungnya fraud. Hal yang terlihat dipermukaan
bukanlah yang sebenarnya terjadi atau berlangsung.
Metode untuk
menyembunyikan fraud begitu
banyak; pelaku fraud sangat
kreatif mencari celah-celah untuk menyembunyikan fraud-nya, sehingga investigator yang berpengalaman pun sering
terkecoh. Memberikan pendapat bahwa fraud
terjadi (padahal fraud tidak
terjadi) atau, sebaliknya, memberikan pendapat bahwa fraud tidak terjadi (padahal sebenarnya fraud terjadi), mebuat investigator (pemeriksa fraud) berisiko menghadapi tuntutan
hukum.
2.3.3.2 Revers Proof
“Revers Proof” secara harafiah berarti
“pembuktian secara terbalik”. Agar kita tidak keliru mencampur-adukkannya
dengan istilah hukum “pembalikan beban pembuktian” (omkeren van de bewijslast), dapat diterjemaahkan “revers proof” sebagai “pembuktian fraud secara timbal-balik”.
Penjelasan ACFE
mengenai aksioma fraud yang
kedua: Pemeriksaan fraud didekati
dari dua arah. Untuk membuktikan fraud
memang terjadi, pembuktian harus meliputi upaya untuk membuktikan bahwa fraud tidak terjadi. Dan sebaliknya.
Dalam upaya membuktikan fraud tidak
terjadi, pembuktian harus meliputi upaya untuk memuktikan bahwa fraud memang terjadi.
Penjelasannya
adalah sebagai berikut: misalkan kita (investigator atau pemeriksa fraud) membantu jaksa penyidik, dan
berupaya membuktikan terjadinya fraud (misalnya
dalam bentuk korupsi). Investigator mengumpulkan bukti dan barang bukti sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang bersangkutan (lihat pembahasan tentang
bestanddeelen). Tujuannya
adalah agar bukti dan barang bukti, di dalam persidangan dapat diterima sebagai
alat bukti yang dipakai (majelis) hakim untuk membuat putusan tentang telah
terjadi korupsi. Ini adalah arah pertama dari pemeriksaan korupsi atau fraud.
Arah keduanya,
justru terbalik. Investigator mengumpulkan bukti dan barang bukti sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan, untuk membuktikan tidak terjadi korupsi. Arah
atau perspektif kedua dari pemeriksaan fraud
sering kali (karena kurang pengalaman pemeriksa) diabaikan oleh
pemeriksa. Upaya dua arah (timbal balik) ini merupakan bagian yang sangat sulit
dalalm proses pembuktian.
Kita di
Indonesia dapat mengabaikan ketentuan perundang-undangan Amerika Serikat
(dengan beberapa perkecualian seperti Foreign
Corrupt Practices Act). Namun, kita tidak dapat mengabaikan revers proof ini. Kalau kita melihat fraud dari dua sisi (terjadi dan
tidak terjadinya fraud). Kita
dapat mengantisipasi posisi lawan, sambil memperkuat posisi kita dalam
“pertempuran” di sidang pengadilan.
2.3.3.3 Existence of Fraud
Aksioma ini
secara sederhana ingin mengatakan bahwa hanya pengendalian yang dapat (berhak)
menetapkan bahwa fraud memang
terjadi atau tidak terjadi.
Pemeriksaan fraud ini berupaya membuktikan
terjadi atau tidak terjadinya fraud.
Namun, hanya pengendalian yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan hal itu.
Di Amerika Serikat wewenang itu ada pada pengadilan (majelis hakim) dan para
juri.
Dalam upaya
menyelidiki adanya fraud,
pemeriksa membuat dugaan mengenai apakah seseorang bersalah (guilty) atau tidak (innocent). Bersalah atau tidaknya
seseorang merupakan dugaan atau bagian dari teori fraud, sampai pengadilan (majelis hakim) memberikan putusan atau
vonis.
2.3.4 Kronologis Audit Investigatif
(Tujuan
sub-bab ini adalah, pembaca dapat mengetahui kronologis dalam pelaksanaan audit
investigatif)
2.3.4.1 Pertemuan Pendahuluan
Akuntan forensik melakukan pertemuan
pendahuluan dengan calon klien (pimpinan perusahaan di sektor swasta). Hal-hal
yang ditanyakan adalah sebagai berikut.
1.
Mengapa pimpinan menduga atau mencurigai
adanya fraudi?
2.
Pada unit usaha (cabangm departemen,
bagian) atau transksi apa diduga terjadi fraud
sehingga audit investigatif diperlukan?
3.
Apa sifat (nature) dari fraud tersebut?
4.
Kapan fraud diduga atau dicurigai terjadi?
5.
Bagaimana masalahnya ditemukan?
6.
Siapa yang menemukan masalahnya?
7.
Bagaiman fraud tersebut dilakukan (modus operandi)?
8.
Berapa banyak jumlah yang dijarah?
9.
Siapa yang diduga menjadi pelaku fraud?
10. Apakah
ada pekerjaan pendahuluan yang sudah dilakukan sebagai persiapan untuk audit
investigatif?
Kalau dapat, peroleh
jawaban tertulis atas pertanyaan di atas. Penasihat hukum perusahaan keberatan
dengan penyediaan jawaban tertulis, kalau jawaban berpotensi merugikan klien
dalam sidang pengendalian.
Akuntan forensik kemudian merumuskan lingkup dan
tujuan audit investigatif yang memenuhi harapan klien.
Setelah ditunjuk
sebagai auditor investigatif, akuntan forensik melakukan persiapan berdasarkan
informasi sementara yang diperolehnya. Di antaranya, ia membuat predication.
2.3.4.2 Predication
Langkah pertama
akuntan forensik dalam audit investigatifnya adalah menyusun predication.
Fraud Examiners Manual (2006) menjelaskan predication adalah keseluruhan dari
peristiwa, keadaan pada saat peristiwa itu, dan segala hal yang terkait atau
berkaitan yang membawa seseorang yang cukup terlatih dan berpengalaman dengan
kehati-hatian yang memadai, kepada kesimpulan bahwa fraud telah, sedang atau akan berlangsung. Predication adalah
dasar untuk memulai investigasi. Investigasi atau pemeriksaan fraud jangan dilaksanakan tanpa
adanya predication yang
tepat”.)
Investigasi
dengan pendekatan teori fraud meliputi
langkah-langkah sebagai berikut
1. Analisis
data yang tersedia.
2. Ciptakan
(atau kembangkan) hipotesis berdasarkan analisis di atas.
3. Uji
atau tes hipotesis tersebut.
4. Perhalus
atau ubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian sebelumnya.
2.3.4.3 Pemeriksaan dalam Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) mengatur tahapan hukum acara pidana sebagai
berikut.
1.
Penyelidikan
Penyelidikan
adalah serangkaian kegiatan penyelidik untu mencari dan menemukan suatu
perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya penyidikan dilakukan.
2.
Penyidikan
Penyidikan
adalah serangkaian kegitan penyidik untuk mencari dan mengumpulkann bukti, dan
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi untuk menemukan
tersangkanya. Untuk mencari dan mengumpulkan bukti.
3.
Penuntutan
Prapenuntutan
adalah tindakan jaksa (penuntu umum) untuk memantau perkembangan penyidikan
setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari
atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari
penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat
menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap
penuntutan.
Penuntutan
adalah tindakan penuntut umum yang melimpahkan perkara ke pengadilan negeri
yang berwenang, sesuai dengan cara yang diatur dalam hukum acara pidana dengan
permintaan agar diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
4.
Pemeriksaan di sidang pengadilan
Bukti-bukti yang diperoleh di
tingkat penyidikan diperiksa kembali di sidang pengadilan untuk dijadikan alat
bukti adalah sebagai berikut.
1. Saksi-saksi
yang telah diperiksa oleh penyidik dipanggil kembali ke sidang pengadilan untuk
memperoleh alat bukti keterangan saksi.
2. Tersangka
yang sudah diperiksa di tahap penyidikan, diperiksa kembali di pengadilan,
untuk mendapat alat bukti keterangan terdakwa.
3. Ahli
yang telah memberikan keterangan di penyidikan atau yang telah membuat laporan
ahli, dipanggil lagi untuk didengar pendapatnya atau dibacakan laporannya di
disang pengadilan, agar diperoleh alat bukti keterangan ahli.
4. Surat
dan barang yang telah disita oleh penyidik diajukan ke sidang pengadilan untuk
dijadikan alat bukti surat dan petunjuk.
Itulah cara memperoleh alat bukti di
sidang pengadilan. Hanya alat bukti yang sah yang diperoleh di sidang
pengadilan, yang dapat meyakinkan hakim tentang kesalahan terdakwa. Alat bukti
yang sah ini terdiri atas:
1. Keterangan
saksi
2. Keterangan
ahli
3. Surat
4. Keterangan
terdakwa
5. Petunjuk
Pemeriksaan di sidang pengadilan
mempunyai satu tujuan saja, yaitu mencari alat bukti yang membentuk keyakinan
hakim tentang bersalah atau tidaknya terdakwa.
5.
Putusan pengadilan
Berdasarkan alat
bukti yang diperoleh di sidang pengadilan, hakim menjatuhkan putusan berikut
ini.
1. Putusan
pemidanaan, apabila pengadilan berpendapat bahwa terdajwa terbukti bersalah
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadnya.
2. Putusan
bebas, apabila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,
kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan.
3. Putusan
lepas dari segala tuntutan hukum, apabila pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak
merupakan suatu tindak pidana atau terbukti tetapi terdakwa tidak dapt
dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya.
6.
Upaya hukum
Upaya
hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan
pengadilan yang berupaya perlawanan atau banding atau kasasi, atau hak
terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali, atau hak Jaksa Agung
untuk mengajukan kasasi demi kepentingan hukum dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam undang-undang.
Upaya
hukum ada dua macam, yaitu Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar Biaya. Upaya
Hukum Biasa terdiri atas Pemeriksaan Tingkat Banding dan Pemeriksaan Kasasi.
Upaya Hukum Luar Biasa terdiri atas Pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan Hukum
dan Peninjauan Kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
7.
Pelaksanaan putusan pengadilan
8.
Pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan
Dari penjelasan
di bagian terdahulu, jelas bahwa keenam tahapan dalam KUHP (mulai Tahap Penyelidikan
sampai Tahap Upaya Hukum, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa)
berkenaan dengan pembuktian. Juga penjelasan mengenai fraud theory tidak lain dari proses mengumpulkan bukti yang
dapat diterima di pengadilan.
Para auditor
yang berlatar belakang pendidikan akuntansi mengenal istilah bukti audit.
Mereka bahkan mengira bahwa pengertian bukti dalam auditing sama dengan
pengertian yang digunakan di pengadilan atau dalam bidang hukum.
Subjek dalam
pengauditan adalah auditor yang mempunyai bakat dan kemampuan memahami dan
meyakini karena ia mempunyai indera, intelek (otak), dan hati. Untuk memperoleh
pemahaman dan keyakinan itu auditor melakukan aktivitas observasi, inspeksi,
konfirmasi, dan wawancara terhadap objek pengauditan. Objek pengauditan adalah
konkret dan riil yaitu bukti-bukti atau evidence.
Hasil dari aktivitas itu adalah kognisi atay pemahaman dan keyakinan akan
bukti-bukti pengauditan
2.3.5 Audit Investigatif dengan Teknik Audit
(Tujan sub-bab ini adalah pembaca dapat mempraktekkan audit investigatif
dengan menggunakan teknik audit)
Teknik audit
adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian laporan
keuangan. Hasil daripenerapan teknik audit adalah bukti audit. Ada tujuh
teknik, yang dirinci dalam bentuk kata kerja bahasa Indonesia, dengan jenis
bukti auditnya dalam kurung (kata benda bahasa Inggris), yakni:
1.
Memeriksa fisik (physical
examination);
Memeriksa
fisik atau physical examination lazimnya
diartikan sebagai penghitungan uang tunai (baik dalam mata uang rupiah atau
mata uang asing). Keras berharga, persediaan barang, dan barang berwujud (tangible assets) lainnya.
Mengamati
sering diartikan sebagai pemanfaatan indera kita untuk mengetahui sesuatu.
Dalam
kedua teknik ini investigator menggunakan inderanya, untuk mengetahui atau
memahami sesuatu.
2.
Meminta konfirmasi (confirmation);
Meminta
informasi baik lisan maupun tertulis kepada auditee, merupakan prosedur yang biasa dilakukan auditor.
Seperti
dalam audit, juga dalam audit investigatif, permintaan informasi harus
dibarengi, diperkuat, atau dikolaborasi dengan informasi dari sumber lain atau
diperkuat (substantiate) dengan
cara lain. Permintaan informasi sangat penting, dan juga merupakan prosedur
yang normal dalam suatu audit investigatif.
Meminta
konfirmasi adalah meminta pihak lain (dari yang diaudit investigatif) untuk
menegaskan kebenaran atau ketidakbeneran suatu informasi. Dalam audit, teknik
ini umumnya diterapkan untuk mendapat kepastian mengenai saldo utang-piutang.
Akan tetapi sebenarnya ia dapat diterapkan untuk berbagai informasi, keuangan
maupun nonkeuangan.
Dalam
audit investigatif kita harus memperhatikan apakah pihak ketiga mempunyai
kepentingan dalam audit investigatif.
3.
Memeriksa dokumen (documentation);
Tak
ada audit investigatif tanpa pemeriksaan dokumen. Hanya saja, dengan kemajuan
teknologi, definisi dokumen menjadi lebih luas, termasuk informasi yang diolah,
disimpan, dan dipindahkan secara elektronis (digital).
4.
Review analitikal (analytic review atau analytical review);
Stringer
dan Stewart menulis, Analytical review
sebagai suatu bentuk penalaran deduktif. Tekanannya adalah pada
penalarna, proses berpikirnya. Penalaran yang membawa seorang auditor atau
investigator pada gambaran mengenai wajar, layak, atau pantasnya suatu data
individual disimpulkan dari gambaran yang diperoleh secara global, menyeluruh
atau agregat.
5.
Meminta informasi lisan atau tertulis dari auditee (inquaries of the auditee);
6.
Menghitung kembali (reperformance);
Menghitung
kembali atau reperform tidak
lain dari mengecek kebenaran perhitungan (kali, bagi, tambah, kurang, dan
lain-lain). Ini prosedur yang sangat lazim dalam audit. Biasanya tugas ini
diberikan kepada seorang yang baru mulai bekerja sebagai auditor; seorang junior auditor di kantor akuntan.
Dalam
audit investigatif, perhitungan yang dihadapi umumnya sangat kompleks,
didasarkan atas kontrak atau perjanjian yang rumit, mungkin sudah terjadi
perubahan dan renergoisasi berkali-kali dengan pejabat (atau kabinet) yang
berbeda. Perhitungan ini dilakukan atau disupervisi oleh investigator yang
berpengalaman.
Dalam
audit atas laporan keuangan, tujuanya adalah memberikan pendapat (independent auditors’ opinion)
mengenai kewajaran laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
Hasil audit ini ditunjukkan oleh bentuk opini, seperti unqualified opinion, qualified opinion, disclaimer of opinion, atau
adverse opinion.
7.
Mengamati (observation).
Kunci keberhasilan dari semua
teknik audit investigatif adalah sebagai berikut.
1. Mengerti
dengan baik persoalan yang akan dipecahkan, apa yang akan diaudit investigatif.
2. Kuasai
dengan baik teknik-teknik audit investigatif.
3. Cermat
dalam menerapkan teknik yang dipilih.
4. Cermat
dalam menarik kesimpulan dari hasil penerapan teknik yang kita pilih.
2.3.6 Audit Investigatif dengan Teknik Perpajakan
(Tujuan sub-bab ini adalah pembaca dapat mempraktekkan audit
investigatif dengan menggunakan teknik perpajakan)
Dua teknik audit
investigatif adalah net worth method dan
expenditure method. Keduanya
menggunakan logika pembukuan atau akuntansi yang sederhana.
2.3.5.1 Net Worth Method
Net worth amethod diterapkan oleh kantor pajak
Amerika Serikat (IRS). Net worth
method untuk audit investigatif pajak ingin membuktikan adanya PKP yang
belum dilaporkan oleh Wajib Pajak. Untuk organized
crime yang ingin dibuktikan adalah terdapatnya penghasilan yang tidak
sah, melawan hukum, atau illegal
income.
1.
Net Worth Method
untuk Perpajakan
Di Amerika Serikat di mana net worth method diterima sebagai
cara pembuktian tidak langsung, dasar penggunaannya adalah kewajiban Wajib
Pajak untuk melaporkan semua penghasilannya (sebagaimana didefinisikan oleh
undang-undangnya) dalam tax returns mereka.
Ketentuan serupa juga berlaku di Indonesia di mana Wajib Pajak diwajibkan
penghasilannya secara lengkap dan benar dalam SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan,
dalam hal ini SPT PPh).
Pemeriksa pajak menetapkan net worth atau kekayaan bersih pada
awal tahun. Ini diperoleh dari pengurangan seluruh aset seseorang dengan
seluruh kewajibannya. Jadi di awal tahun tertentu, sebutlah Tahun 1, net worth = assets – liabilities. Hal
yang sama dilakukan untuk menentukan net
worth Tahun 2.
Selanjutnya, net worth Tahun 1 dibandingkan dengan
net worth Tahun 2. Perbandingan
ini akan menghasilkan kenaikan net
worth (net worth increase) yang seharusnya sama dengan PKP untuk Tahun
2. Oleh karena itu, kenaikan net worth
ini dibandingkan dengan penghasilan yang dilaporkan dalam SPT PPh Tahun
2.
2.
Net Worth untuk
Organized Crime
Dengan rumus yang
hampir sama, kita dapat menentukan illegal
income. Seperti disebutkan tadi, di Amerika Serikat metode ini digunakan
dalam memerangi organized crime.
Di Indonesia pendekatan ini dapat digunakan untuk memerangi korupsi. Ketentuan
perundangannya sudah ada, yakni laporan mengenai kekayaan pejabat.
2.3.5.2 Expenditure Method
Expenditure method adalah derivasi
dari net worth method. Namun,
perlakuan terhadap aset dan kewajibannya berbeda. Expenditure method dimaksudkan untuk menetukan unreported taxable income. Expenditure
method lebih cocok untuk para Wajib Pajak yang tidak mengumpulkan harta
benda, tetapi mempunyai pengeluaran-pengeluaran besar (mewah).
Rumus
untuk menghitung illegal income dengan
menggunakan expenditure method lebih
sederhana daripada perhitungan unreported
taxable income, yakni: illegal
income = expenditure dikurangi penghasilan dari legal sources.
Expenditure method harusnya
digunakan untuk kasus perpajakan apabila kondisi-kondisi berikut sangat kuat
atau dominan.
1. Wajib
Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan atau catatan.
2. Pembukuan
dan catatan Wajib Pajak tidak tersedia, misalnya karena terbakar.
3. Wajib
Pajak menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak memadai.
4. Wajib
Pajak menyembunyikan pembukuannya.
5. Wajib
Pajak tidak mempunyai aset yang terlihat atau dapat diidentifikasi.
Expenditure method harusnya digunakan untuk kasus organized crime apabila
kondisi-kondisi berikut sangat kuat atau dominan.
1. Tersangka
kelihatannya tidak membeli aset seperti tanah, rumah, saham, perhiasan, mobil
atau kapal mewah, dan seterusnya.
2. Tersangka
mempunyai gaya hidup mewah dan agaknya di luar kemampuannya.
3. Tersangka
diduga mengepalai jaringan kejahatan, atau semua saksi yang memberatkan dia
adalah para panjahat yang sudah dijatuhi hukuman.
4. Illegal income harus ditentukan
menghitung denda, menghitung keuangan negara, dan pungutan negara lainnya.
Downlad Full File with Source and picture (Akuntansi Forensik, Audit Kecurangan, Audit Investigatif, dan Audit Berbasis Risiko) here
Downlad Power Point (Akuntansi Forensik, Audit Kecurangan, Audit Investigatif, dan Audit Berbasis Risiko) here
Credit : Shein Shein
Please take full credit for taking out
No comments:
Post a Comment
Comment = respect = encourage ^^
Thank you ♥♥♥♥♥